BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori Gestalt
diperkenalkan oleh Frederick (Fritz) Salomon Perls (1983-1970). Gestalt
dalam bahasa Jerman mempunyai arti bentuk, wujud atau organisasi. Kata itu
mengandung pengertian kebulatan atau keparipurnaan (schultz, 1991:171). Simkin
dalam (Gilliland, 1989: 92) menyatakan bahwa kata Gestalt mempunyai
makna keseluruhan (whole) atau konfigurasi (configuration).
Dengan demikian, Perls lebih mengutamakan adanya integrasi bagian- bagian
terkecil kepada suatu hal yang menyeluruh. Integrasi ini merupakan hal penting
dan menjadi fungsi dasar bagi manusia (Zainal, 2002: 89).
Dalam pendekatan Gestalt
terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business),
yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam,
kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, dan rasa
diabaikan.Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan
dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan
di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan
di bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang
efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain (James Bernan, 2006: 287).
Teori Gestalt adalah terapi humanistik
eksistensial yang berlandaskan premis, bahwa individu harus menemukan caranya
sendiri dalam hidup dan menerima tanggung jawab pribadi jika individu ingin
mencapai kedewasaan. Sebagai seorang calon konselor atau guru BK, maka sangat
penting bagi kita untuk memahami teori Gestalt sebagai acuan dalam membantu klien/siswa,
karena teori ini mengajarkan pada klien bagaimana mencapai kesadaran tentang
apa yang mereka rasakan dan lakukan serta belajar bertanggung jawab atas
perasaan, pikiran dan tindakan sendiri (Surya, 1988: 55).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Psikologi Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai arti sebagai
bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa tentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisir. Gestalt
merupakan aliran yang mengembangkan paradigma pemikiran yang berpijak pada
kerangka menyeluruh dalam melihat obyek. Karena itu, perlu diingat bahwa
psikologi Gestalt utamanya berminat pada persepsi dan proses problem
solving (Hidayati, 2012: 76).
Istilah “Gestalt” sendiri merupakan istilah bahasa
Jerman yang sukar dicari terjemahannya dalam bahasa-bahasa lain.Arti Gestalt
bisa bermacam-macam, yaitu “form” “shape”(dalam bahasa Inggris) atau
bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya ke dalam bahasa Inggris
pun bermacam-macam antara lain“shape psychology”, “configurationism”“whole
psychology” dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam
penerjemahan. Akhirnya para sarjana diseluruh dunia sepakat untuk menggunakan
istilah “Gestalt” tanpa menerjemahkannya ke dalam bahasa lain (James Bernan, 2006: 293)
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran
psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori psikologi Gestalt
disebut sebagai penomena (gejala). Fenomena
adalah data yang paling dasar dalam psikologi Gestalt.Dalam hal ini
psikologi Gestalt sependapat dengan filsapat fenomologi yang
mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral.Dalam suatu
fenomena terdapat terdapat dua unsur, yaitu objek dan arti. Objek
merupakan suatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indra, objek
tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada
objek itu (Siti Chodijah, 2016: 91).
B.
Sejarah Konseling Gestalt
Ketika
behaviorisme berkembang pesat di Amerika Serikat,
maka di Negara Jerman muncul aliran yang dinamakan
psikologi Gestalt.Para psikolog Gestalt
yakin bahwa pengalan seseorang mempunyai kualitas kesatuan dan struktur.Aliran
Gestalt ini muncul karena ketidakpuasan terhadap aliran strukturalis,
khususnya karena strukturalis mengabaikan arti pengalaman seseorang yang
kompleks, bahkan dijadikan elemen yang disederhanakan (Siti Chodijah, 2016: 91).
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, atau
kemiripan menjadi kesatuan. Teori Gestalt proposisi terhadap teori
strukturalisme.Teori Gestalt cenderung berupaya
mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Perintis teori Gestalt
ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation”(1890).
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt
Koffka. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang
terlihat dari lingkunganya sebagai kesatuan yang utuh (Siti Chodijah, 2016: 92).
Pengikut-pengikut
aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan
konsepsi aliran-aliran lain. Bagi aliran yang mengikuti Gestalt
perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang
primer ialah keseluruhan, sedangkan bagian-bagaianya adalah sekunder,
bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada keseluruhan dalam
hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain, keseluruhan ada terlebih
dahulu baru disusul oleh bagian-bagianya. Contohnya kalau kita bertemu dengan
seseorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan terlebih dahulu
bukanlah bajunya yang baru, melainkan teman kita itu secara keseluruhan
selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya hal-hal khusus (bagian-bagian)
tertentu misalnya baju yang baru (Siti Chodijah, 2016: 91).
C.
Tokoh-Tokoh Gestalt
a.
Tokoh-tokoh Barat Gestalt
1.
Max Wertheimer
Mex
wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt.
Wertheimer dilahirkan di praha pada tanggal 15 april 1880. Ia mendapat gelar
Ph. D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara
tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt
dimana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu,
Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wofgang Koehler
(1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya
menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di University of Frankfurt
bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten disana (Siti Chodijah, 2016: 93).
Konsep
pentingnya: Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkain gerakan yang
dianamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian
memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Wertheimer
menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi
objektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan
proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan ia menentang
pendapat Wundt.Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah ia
menggunakan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu
alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat kedalam
kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah
garis yang satu melintang dan yang satu lagi tegak.Kedua garis tersebut
diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian
garis tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus, kesan yang muncul adalah
garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang.Gerakan ini merupakan gerakan
yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan
dimunculkan secara bergantian.Pada tahun 1923, Wertheimer
mengemukakan mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang
berjudul “Investigation Of Gestalt Theory” hukum-hukum itu antara lain:
a.
Hukum kedekatan (law of proximity), yaitu hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau
tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
b.
Hukum ketertutupan (law of closure), yaitu hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk
kesan totalitas tersendiri.
c.
Hukum kesamaan
(law of equevalence), hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai
suatu kelompok atau totalitas (Siti Chodijah, 2016: 94).
2.
Kurt koffka (1886-1941)
Koffka
lahir di Berlin tanggal 18 maret 1886.Karirnya dalam
psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada
tahun 1908. Pada tahun 1910 ia bertemu dengan Wertheimer
dan Kohler, bersama dua orang ini Koffka
mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada
psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsipGestalt dalam rangkain gejala psikologi, mulai persepsi, belajar,
mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial.Teori Koffka
tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan
prinsip-prinsip psikologi Gestalt(Siti Chodijah, 2016: 94).
Teori
Koffka tentang belajar antara lain:
a.
Jejak ingatan (memory
traces), adalah suatu pengalam yang membekas di otak. Jejak-jejak ini
diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsif-prinsif Gestalt dan
akan muncul kembali jika kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan
jejak-jejak ingtan tadi.
b.
Perjalanan
waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat
melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak
tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt
yang lebih baik dalam ingatan.
c.
Latihan yang
terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.
3.
Wolfgang Kohler
Kohler
lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 januari 1887.Kohler memperoleh gelar
Ph.D pada tahun 1908 dibawah bimbingan C. Stumpf di Berlin.Kemudian dia pergi
ke Frankfurt. Saat bertugas menjadi asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan
Wertheimer dan Koffka. Kohler berkarir mulai pada tahun 1913-1920, ia bekerja
sebagai direktur stasiun “Anthrophoid” dari akademi.
Ilmu-ilmu
persia di Teneriffe, dimana pernah melakukan penyelidikanya terhadap inteligensi
kera. Hasil penelitianya ditulis dalam buku yang bertajuk The Mentality
Of Apes (1925). Eksperimennya seekor simpanse
diletakan di dalam sangkar.Pisang digantung di atas sangkar.Di dalam sangkar terdapat
beberapa kotak berlainan jenis.Mula-mula hewan itu berlompat-lompat untuk
mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil.Karena usaha-usaha itu tidak
membawa hasil.simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah berpikir cara untuk
mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian
hewan itu menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya
untuk mencapai pisang itu (Siti Chodijah, 2016: 95).
Menurut
Kohler
apabila organisme dihadapkan pada suatu msalah atau problem. Maka akan terjadi
ketidakseimbangan kognitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut
terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat
ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan.
Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organism dalam hal ini simpanse
dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight(Siti Chodijah, 2016: 96).
4.
Kurt Lewin (1890-1947)
PandanganGestalt di
aplikasikan dalam fild psychology oleh Kurt Lewin.Lewin lahir di Jerman,
lulus Ph.D dari University Of Berlin dalam bidang psikologi pada tahun 1914.Ia
banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheirmer dan Kohler dan
mengambil konsep psichological Field juga dari Gestalt. Pada saat
Hitler berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika
Serikat. Ia menjadi profesor di Cornell University dan menjadi Director
Of The Research Center For Group Dynamics di Massachusetts Institute Of
tecnology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun (Siti Chodijah, 2016: 96).
Mula-mula
Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkeritik teori Gestalt
karena dianggapnya tidak kuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan
Aristoteles yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan.Ia lebih
cenderung kearah pendekatan yang Galileo, yaitu yang mementingkan fungsi
kejiwaan. Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan
psikologis tempat individu berada dan bergerak.Lapangan psikologis ini terdiri
dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan menentukan prilaku
individu.Salah satu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori
konflik.Akibat adanya vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik,
maka seseorang dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik
(pertentangan batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan
prustasi dan ketidakseimabangan (Siti Chodijah, 2016: 97).
Berdasarkan
kepada vector yang saling bertentangan itu. Lewin membagi konflik dalam tiga
jenis, yaitu:
a.
Konflik
mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict)
Konflik ini
terjadi jika seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif.
b.
Konflik
menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)
Konflik ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang
sama-sama mempunyai nilai negatif tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek
sekaligus.
c.
Konflik
mendekat-menjauh (Approach- Avoidance Conflict)
Konflik ini
terjadi jika ada satu obyek yang mempunyai nilai positif dan nilai negatif sekaligus.
b.
Tokoh-tokoh Islam Gestalt
Rasulallah SAW
Beliau berasal
dari kabilah Quraisy, tepatnya keturunan Hasyim. Ayah beliau adalah Abdullah
bin Abdul Muthalib, cucu Hasyim. Ibunda beliau adalah Aminah binti Wahb yang
berasal dari keturunan Bani Zuhrah, salah satu kabilah Quraisy. Setelah
menikah, Abdullah melakukan pepergian ke Syam. Ketika pulang dari pepergian
itu, ia wafat di Madinah dan dikuburkan di kota itu juga. Setelah beberapa
bulan dari wafatnya sang ayah berlalu, Nabi pamungkas para nabi lahir di bulan
Rabi’ul Awal, tahun 571 Masehi di Makkah, dan dengan kelahirannya itu, dunia
menjadi terang-benderang. Sesuai dengan kebiasaan para bangsawan Makkah,
ibundanya menyerahkan Muhammad kecil kepada Halimah Sa’diyah dari kabilah Bani
Sa’d untuk disusui. Beliau tinggal di rumah Halimah selama empat tahun. Setelah
itu, sang ibu mengambilnya kembali. Dengan tujuan untuk berkunjung ke kerabat
ayahnya di Madinah, sang ibunda membawanya pergi ke Madinah. Dalam perjalanan
pulang ke Makkah, ibundanya wafat dan dikebumikan di Abwa`, sebuah daerah yang
terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah ibunda beliau wafat, secara
bergantian, kakek dan paman beliau, Abdul Muthalib dan Abu Thalib memelihara
beliau. Pada usia dua puluh lima tahun, beliau menikah dengan Khadijah yang
waktu itu sudah berusia empat puluh tahun. Beliau menjalani hidup bersamanya
selama dua puluh lima tahun hingga ia wafat pada usia enam puluh lima tahun.
1)
Diangkat Menjadi Nabi di Usia 40 Tahun
Pada usia empat
puluh tahun, beliau diutus menjadi nabi oleh Allah. Ia mewahyukan kepada beliau
al-Quran yang seluruh manusia dan jin tidak mampu untuk menandinginya. Ia
menamakan beliau sebagai pamungkas para nabi dan memujinya karena kemuliaan
akhlaknya. Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Menurut
pendapat masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di
Madinah. Bukti Kenabian Rasulullah saw. Secara global, kenabian seorang nabi
dapat diketahui melalui tiga jalan:
a.
Pengakuan
sebagai nabi.
b.
Kelayakan
menjadi nabi.
c.
Mukjizat.
d.
Pengakuan
Sebagai Nabi
Telah diketahui
oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengaku sebagai nabi di Makkah
pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan berhala dan api telah
menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu mengajak umat manusia
untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali di antara mereka yang
mengikuti ajakan beliau itu.
2) Kelayakan Menjadi Nabi
Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku menjadi nabi harus
memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa
harus orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala
karakterisitik yang tidak terpuji. Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah
saw. Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat
sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap karakterisitik
yang buruk. Kesimpulannya, akhlak beliau yang mulia, tata krama beliau yang
terpuji, perubahan dan revolusi yang beliau cetuskan di seanterao dunia,
khususnya di Hijaz dan jazirah Arab, dan sabda-sabda beliau yang mulia
berkenaan dengan tauhid, sifat-sifat Allah, hukum halal dan haram, serta
nasihat-nasihat beliau telah membuktikan kelayakan beliau untuk menduduki kursi
kenabian, dan setiap orang yang insaf tidak akan meragukan semua itu.
3)
Mukjizat
a.
Mukjizat dapat
disimpulkan dalam lima hal:
b.
Mukjizat
akhlak.
c.
Mukjizat
ilmiah.
d.
Mukjizat
amaliah.
e.
Mukjizat
maknawiyah.
f.
Mukjizat
keturunan.
4)
Karakter dan Keutamaan Rasullullah Saw
Salah satu
karekter rasulullah saw yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjaga
kan dia bangga hal ini bisa kita lihat diperang badar dan pembebasan kita
makkah(fathu makkah) dan kekalahan tidak membuat dia putus asa dapat kita lihat
pristiwa perang uhud bahkan dengan cekatan is mempersiapkan pasukan baru untuk
menghadapi hamru"ul asad dan pengingkari perjanjian yang dilakukan kaum
yahudi bani quraizah ,dan kewaspadaan beliau,selalu mengedek kekuatan musuh
dengan teliti dan mempersiapkan segalanya. Dia memperlakukan kaum dan
pengikutnya dengan tujuan mempererat silaturrahmi dan selalu menamamkan rasa
percaya diri dalam mereka is selalu mengasihi anak anak kecil dan mengayomi
mereka.berbuat baik dengan fakir miskin dan terhadap hewan dia selalu menanamkan
rasa kasih sayang dan melarang untuk menyakiti binatang.
Salah satu
contoh rasa prikemanusian rasul saw adalah ketika mengutus pasukan untuk
berperang dengan musuh dia selalu berpesan tidak boleh menyerang kaum sipil,dia
lebih memilih damai terhadap musuh dari pada berperang ketika berperang dia
berpesan tidak boleh membunuh lanjut usia anak kecil perempuan dan mengniaya
musuh yang sudah tidak berdaya.Ketika kaum quraisi minta suaka politik
kepadanya ia tidak memberlakukan baikot ekonomi bahkan ia menyepakati import
gandum dari yaman Ia juga menyerukan
realisasikan sebuah perdamaian dunia dan melarang peperanga kecuali hal yang
darurat.
5)
Usaha Rasulullah Saw dalam Membentuk Masyarakat dan
Berprikemanusian
Kedatangan
Rasul adalah sebuah rahmat bagi manusia semuanya is tidak pernah membedakan
seseorang pun baik itu kulit putih atau kulit hitam dan dari suku bangsa mana,
karena semua manusia itu makan dari rizki Allah SWT yang diberikan. Rasulullah
SAW mengajak manusia untuk
a)
Meningkatkan
harkat martabat manusia ia bersabda semua manusia berasil dari adam dan ia
berasal dari tanah
b)
Mengajak damai
sebelum perang
c)
Memaafkan
sebelom membalas
d)
Mempermudah
seseorang sebelom membalas perbuatan
Dari uraian
diatas dapat kita simpulkan bahwa peperangan yang dilaksanakan bertujuan untuk
merealisasikan tujuan tujuan insani yang agung dan menuju kepada tatanan
masyarakat yang berprikemanusian. Ia telah membuktikan bahwa dirinya adalah
sebuah rahmat bagi manusia dan alam semesta peristiwa itu bisa dilihat dari
pembebasan kota makkah dangan segala kemenangan yang telah digapai saat itu ia
tetap berbuat baik dengan musuh dan enggan untuk membalas dendam padahal ia
dapat melaksanakan ia pernah memaafkan mereka dengan sabda"pergilah kalian
karma kalian sekarang sudah bebas pada waktu perang dzatur riqa dia berasil
menangkap pemimpin gauts bin al harits yang berusaha beberapa kali membunuh
beliau akan tetapi tetap dimaafkan. Beliau memperlakukan tawanan perang dengan
baik ,ia telah membebaskan seorang tawanan perang dengan tangan dia sendiri
disaat ia mendengar keluhan rasa sakit tangannya diikat.
D. Pandangan Tentang Manusia
1.
Pandangan Tentang Manusia Menurut Al-Qur’an
Secara terminologis, ungkapan al-Qur’an untuk menunjukkan konsep manusia
terdiri atas tiga kategori, yaitu: a) al-insan, al-in’s, unas, al-nas, anasiy
dan insiy; b) al-basyar; dan; c) bani ²dam “anak ²dam ” dan §urriyyat ²dam
“keturunan ²dam ” (Muin Salim, 1994: 81) Menurut M. Dawam Raharjo istilah
manusia yang diungkapkan dalam al -Qur’an seperti basyar, insan, unas, insiy,
‘imru, rajul atau yang mengandung pengertian perempuan seperti imra’ah, nisa’
atau niswah atau dalam ciri personalitas, seperti al-atqa, al-abrar, atau
ulul-albab, juga sebagai bagian kelompok sosial seperti al-asyqa, dzul-qurba,
al-dhu’afa atau al-musta«’af-n yang semuanya mengandung petunjuk sebagai
manusia dalam hakekatnya dan manusia dalam bentuk kongkrit (Dawam Raharjo,
1999: 18) Meskipun demikian untuk memahami secara mendasar dan pada umumnya ada
tiga kata yang sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia,
yaitu insan atau ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani
²dam atau §urriyat ²dam (Rif’at Syauqi, 2000: 5)
Meskipun ketiga
kata tersebut menunjukkan pada makna manusia, namun secara khusus memiliki
penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada uraian
berikut:
a. Al-Basyar
Penamaan
manusia dengan kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan
tersebar dalam 26 surat.(Muhammad Fu’ad, 1988: 153-154).Secara etimologi
al-basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut.Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi
manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya.Pada aspek ini
terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih didominasi
bulu atau rambut.
Al-Basyar, juga
dapat diartikan mulasamah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan
perempuan.Makna etimologi dapat dipahami adalah bahwa manusia merupakan makhluk
yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum,
seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya.Penunjukan kata al-basyar ditujukan
Allah kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, termasuk eksistensi Nabi dan
Rasul. Eksistensinya memiliki kesamaandengan manusia pada umumnya, akan tetapi
juga memiliki titik perbedaan khusus bila dibanding dengan manusia lainnya.
Adapun titik
perbedaan tersebut dinyatakan al-Qur’an dengan adanya wahyu dan tugas kenabian
yang disandang para Nabi dan Rasul.Sedangkan aspek yang lainnya dari mereka
adalah kesamaan dengan manusia lainnya.Hanya saja kepada mereka diberikan
wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan wahyu.Firman Allah swt.
Artinya :
Katakanlah:
Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya" (Depag,1998:
460)
Menurut M.
Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang pada umumnya berarti
menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir kata
basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena kulitnya tampak
jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya.Al-Qur’an menggunakan kata ini
sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan 1 kali dalam bentuk mu£anna (dual)
untuk menunjukkan manusia dari aspek lahiriah serta persamaannya dengan manusia
seluruhnya (M.
Quraish Shihab, 1998: 277).
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penelitian manusia dengan menggunakan kata basyar,
artinya anak keturunan ²dam banu ²dam , mahkluk fisik atau biologis yang suka
makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang menyebut pengertian basyar
mencakup anak keturunan ²dam secara keseluruhan. Al-Basyar mengandung pengertian bahwa manusia
akan berketurunan yaitu mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa
berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan
waktu, serta tunduk terhadap hukum alamiahnya, baik yang berupa sunnatullah
(sosial kemasyarakatan), maupun takdir Allah (hukum alam). Semuanya itu
merupakan konsekuensi logis dari proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk
itu, Allah swt.memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan
batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan alam
semesta, sebagai salah satu tugas kekhal³fahannya di muka bumi.
b. Al-Insan
Adapun penamaan
manusia dengan kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam
al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat.21 Secara etimologi,
al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Menurut
Quraish Shihab, manusia dalam al-Qur’an disebut dengan al-Insan. Kata insan
terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Pendapat ini
jika ditinjau dari sudut pandang al-Qur’an lebih tepat dari yang berpendapat
bahwa ia terambil dari kata nasiya (yang berarti lupa), atau nasa-yansu
(yangberarti bergoncang). Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan
kepada manusia dengan seluruh totalitas, jiwa dan raga. Manusia berbeda antara
seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasannya (M. Quraish
Shihab, 1998: 280).
Adapun kata
al-Insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai
makhluk jasmani dan rohani.Harmonisasi kedua aspek tersebut dengan berbagai
potensi yang dimilikinya, mengantarkan manusia sebagai makhluk Allah yang unik
dan istimewa sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara satu dengan
yang lain, dan sebagai makhluk dinamis, sehingga mampu menyandang predikat
khal³fah Allah di muka bumi.
Perpaduan
antara aspek fisik dan psikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan
dimensi al-insan dan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu
berbicara, mengetahui baik dan buruk, dan lain sebagainya. Dengan kemampuan ini, manusia akan mampu
mengemban amanah Allah di muka bumi secara utuh, yakni akan dapat membentuk dan
mengembangkan diri dan komunitasnya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang
memiliki nuansa Ilahiah dan hanif. Integritas ini akan tergambar pada
nilai-nilai iman dan bentuk amaliahnya.24 Dengan kemampuan ini,.Namun demikian,
manusia sering lalai bahkan melupakan nilai-nilai insaniah yang dimilikinya
dengan berbuat berbagai bentuk mafsadah (kerusakan) di muka bumi.
Kata al-insan
juga digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan proses kejadian manusia
sesudah ²dam. Kejadiannya mengalami proses yang bertahap secara dinamis dan
sempurna di dalam di dalam rahim. (QS. al-Nahl (16): 78; QS. al-Mukmin-n (23):
12-14. Penggunaan kata al-insan dalam ayat ini mengandung dua makna, yaitu:
Pertama, makna proses biologis, yaitu berasal dari saripati tanah melalui
makanan yang dimakan manusia sampai pada proses pembuahan. Kedua, makna proses
psikologis (pendekatan spiritual), yaitu proses ditiupkan ruh-Nya pada diri
manusia, berikut berbagai potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia.
Makna pertama
mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya merupakan dinamis yang berproses dan
tidak lepas dari pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut dengannya. Keduanya
saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sedangkan makna kedua
mengisyaratkan bahwa, ketika manusia tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan
materi dan berupaya untuk memenuhinya, manusia juga dituntut untuk sadar dan
tidak melupakan tujuan akhirnya, yaitu kebutuhan immateri (spiritual).Untuk itu
manusia diperintahkan untuk senantiasa mengarahkan seluruh aspek amaliahnya
pada realitas ketundukan pada Allah, tanpa batas, tanpa cacat, dan tanpa akhir.
Sikap yang demikian akan mendorong dan menjadikannya untuk cenderung berbuat
kebaikan dan ketundukan pada ajaran Tuhannya (M. Quraish Shihab, 1998: . 69-70).
Menurut Aisyah
Bintu Syati, bahwa term al-insan yang terdapat dalam al-Qur’an menunjukkan
kepada ketinggian derajat manusia yang membuatnya layak menjadi khal³fah di
bumi dan mampu memikul beban berat dan aktif (tugas keagamaan) dan amanah
kehidupan. Hanya manusialah yang dibekali keistimewaan ilmu (punya ilmu
pengetahuan), al-bayan (pandai bicara), al-‘aql (mampu berpikir), al-tamyiz
(mampu menerapkan dan mengambil keputusan) sehingga siapmenghadapi ujian,
memilih yang baik, mengatasi kesesatan dan berbagai persoalan hidup yang
mengakibatkan kedudukan dan derajatnya lebih dari derajat dan martabat berbagai
organisme dan makhluk-makhluk lainnya (Aisyah Bintu Syati: 7-8)
c. Al-Nas
Kata al-Nas
dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata
al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan sosial,
secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannyaKata al-Nas
dipakai al-Qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan kehidupannya (Musa Asy’ari,
1992: 25).
Dalam menunjuk
makna manusia, kata al-nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata
al-Insan.Keumumannya tersebut dapat di lihat dari penekanan makna yang
dikandungnya.Kata al-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk sosial dan kebanyakan
digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafsadah
dan pengisi neraka, di samping iblis.Hal ini terlihat pada firman Allah
QS.al-Baqarah (2): 24.
Terjemahnya:
“Maka jika kamu
tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya),
peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang
disediakan bagi orang-orang kafir.”
Manusia
merupakan satu hakekat yang mempunyaidua dimensi, yaitu dimensi material
(jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal dan sebagainya). Itulah Tuhan
yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang, Dialah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya,
dan memulai menciptakan manusia dari segumpal tanah, dan Dia ciptakan
keturunannya dari jenis saripati berupa air yang hina, lalu Dia sempurnakan
penciptaannya, kemudian Dia tiupkan ke dalam tubuhnya ruh (ciptaan) Nya, dan
Dia ciptakan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati, namun kamu sedikit
sekali bersyukur” (QS. al-Sajadah, 32: 6-9). Unsur jasad akan hancur dengan
kematian, sedangkan unsur jiwa akan tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat.
“Manusia itu bertanya, siapa pula yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang
sudah hancur itu?Katakanlah, yang menghidupkannya adalah (Tuhan) yang telah
menghidupkannya untuk pertama kali, dan Dia Maha Mengetahui akan setiap
ciptaan” (QS. Yas³n, 36: 78-79).
Manusia adalah
makhluk yang mulia, bahkan lebih mulia dari malaikat.Setelah Allah menciptakan
manusia, Allah memerintahkan semua malaikat untuk memberi hormat sebagai tanda memuliakannya.“Maka
ketika telah Aku sempurnakan ia dan Aku tiupkan ruh kepadanya, maka beri
hormatlah kepadanya dengan bersujud” (QS. al-Hijr, 15: 29). Kemudian, Kemuliaan
manusia ditegaskan dengan jelas, “Sesungguhnya kami telah muliakan anak-anak
Adam dam, dan Kami angkat merekadari di darat dan di laut, dan Kami beri rezeki
mereka dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dari kebanyakan mahkluk
kami” (QS. al-Isra’, 17: 70).
Manusia pada
dasarnya mempunyai sifat fitrah.Konsep fitrah menunjukkan bahwa manusia membawa
sifat dasar kebajikan dengan potensi iman (kepercayaan) terhadap keesaan Allah
(tauhid).Sifat dasar atau fitrah yang terdiri dari potensi tauhid itu menjadi
landasan semua kebajikan dalam perilaku manusia. Dengan kata lain, manusia diciptakan
Allah dengan sifat dasar baik berlandaskan tauhid. “Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak ²dam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian dari jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi ...” (QS.
al-A’raf, 7: 172).
Manusia sebagai
hamba Allah telah diposisikan sebagai khal³fah di muka bumi ini31 sebagai wakil
Tuhan dalam mengatur dan memakmurkan kehidupan di planet ini.Dengan demikian
manusia oleh Allah di samping dianggap mampu untuk melaksanakan misi ini, juga
dipercaya dapat melakukan dengan baik. Dalam kehidupan ini manusia telah
dibekali dengan berbagai potensi diri atau fitrah untuk dikembangkan dalam
proses pendidikan. Dengan pengembangan diri itu dia akan mempunyai kemampuan
beradaptasi dengan konteks lingkungannya dan memberdayakannya sehingga
lingkungannya dapat memberikan support bagi kehidupannya.
Dengan
demikian, makna manusia dalam al-Qur’an dengan istilah al-basyar, al-insan,
al-nas dan bani ²dam mencerminkan karakteristik dan kesempurnaan penciptaan
Allah terhadap makhluk manusia, bukan saja sebagai makhluk biologis dan
psikologismelainkan juga sebagai makhluk religius, makhluk sosial dan makhluk
bermoral serta makhluk kultural yang kesemuanya mencerminkan kelebihan dan
keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk Tuhan lainnya.
2.
Pandangan Tentang Manusia Menurut Gestalt
Pandangan Gestalt tentang manusia
berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Pandangan ini menekankan
konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi,
kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Menurut pandangan
Gestalt bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab
pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh
masalah-masalah tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai
cara menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan
pribadinya. Pendekatan Gestalt menyajikan intervensi dan tantangan yang
diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuandan kesadaran.
Dengan mengakui dan mengalami penghambat-penghambat pertumbuhannya, maka
kesadaran individu atas penghambat-penghambat itu akan meningkat (Gerald Corey,
2010: 118).
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa
manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Manusia
aktif terdorong ke arah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung
jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan
mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi (Siti
Chodijah, 2016: 94).Hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah:
1.
Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan
konteksnya.
2.
Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
3.
Aktor bukan reactor.
4.
Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi,
persepsi, dan pemikirannya.
5.
Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
6.
Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dengan kata lain setiap individu memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab,
memiliki dorongan untuk mengembangkan keasadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Dalam hubungannya dengan
kehidupan manusia, pendekatan konseling Gestalt memandang bahwa tidak
ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum
dijalani. Oleh karena itu, yang menentukan kehidupan manusia adalah masa
sekarang. Dalam pendekatan Gestalt ini, kecemasan dipandang sebagai
“kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari
saat sekarang dan menjadi terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami
kecemasan (Siti Chodijah, 2016: 99).
Dalam pendekatan Gestalt, terdapat konsep tentang urusan yang tak
selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkap, seperti dendam,
kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa dan rasa
diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan itu diasosiasikan dengan
ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkap di dalam
kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa
pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif
dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tidak terselesaikan itu akan
bertahan samapai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tidak
terungkap itu (Siti Chodijah, 2016: 99).
E. Tujuan Konseling Gestalt
Tujuan utama konseling Gestalt adalah
membantu konseli agar berani menghadapi berbagai macam tantangan maupun
kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli harus
dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan atau orang lain. Agar
konseli menjadi pribadi yang percaya diri dan dapat berbuat lebih banyak untuk
meningkatkan kebermaknaan hidupnya (Siti Chodijah, 2016: 100).
Individu yang bermasalah pada umumnya belum
memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagian dari
potensi yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu konseli agar
potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan
secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah
sebagai berikut:
1. Membantu konseli agar dapat memperoleh
kesadaran pribadi.
2. Memahami kenyataan atau realitas, serta
mendapatkan insting secara penuh.
3. Membantu konseli menuju pencapaian integritas
kepribadiannya.
4. Mengentaskan konseli dari kondisinya yang
tergantung pada pertimbangan orang lain dalam mengatur diri sendiri (to be
true to him self).
5. Menigkatkan kesadaran individual agar konseli
dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi
bermasalah (unfinished business) yang muncul dan selalu akan muncul
dapat diatasi dengan baik.
F. Proses Konseling Gestalt
Fokus utama konseling Gestalt terletak
pada bagimana keadaan konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul
dalam kesadarannya. Oleh karena itu, tugas konselor yaitu mendorong konseli
untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba untuk
menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar
menggunakan perasaannya secara penuh. Konselor hendaknya menghindarkan diri
dari pikiran-pikiran yang abstark, keinginan-keinginanya untuk melakukan
diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat. Sejak awal proses konseling,
konselor sudah mengarahkan tujuan agar konseli menjadi matang dan mampu
menyingkirkan hambatan-hambatan yang menyebabkan konseli tidak dapat berdiri
sendiri. Dalam hal ini, fingsi konselor yaitu membantu konseli untuk melakukan
transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar agar menjadi percaya akan
kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka
ketersesatan atau kebuntuan konseli (Siti Chodijah, 2016: 101).
Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan
dan konseli menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara
mengungkapkan kelemahannya. Maka tugas konselor adalah membuat perasaan konseli
untuk bangkit dan mau mengahdapi ketersesatannya, sehingga potensinya dapat
berkembang lebih optimal.Ada beberapa fase dalam proses-proses konseling,
yaitu:
1.
Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai
situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli.
Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli berbeda, karena
masing-masing konseli mempunyai keunikan tersendiri serta memilki kebutuhan
yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
2.
Konselor berusaha menyakinkan dan mengkondisikan konseli
untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli.
Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu:
a.
Membangkitkan motivasi konseli. Dalam hal ini konseli
diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin
tinggi kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk
mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerjasama dengan konselor.
b.
Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan menekankan
kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-saran konselor asal dapat
mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
3.
Konselor mendorong konseli untuk mengatakan
perasaan-perasaannya. Konseli diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala
perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini.
Kadang-kadang konseli diperbolehkan memproyeksi dirinya kepada konselor.
Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek
kepribadian yang hilang,dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan
konseli.
4.
Setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran
tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya maka konselor mengantarkan
konseli memasuki fase akhir konseling. Yaitu konseli menunjukan gejala-gejala
yang mengindikasikan integritas kepribadinnya sebagai individu yang unik dan
manusiawi.
G. Teknik Konseling Gestalt
Hubungan personal antara konselor dengan
konseli merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses
konseling. Dalam kaitan ini, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses
konseling berlangsung merupakan alat yang penting untuk membantu konseli
memperoleh kesadaran secara penuh (Siti Chodijah, 2016: 104).
1. Prinsip kerja teknik konseling Gestalt
a. Penekanan tanggung jawab konseli
Konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu
konseli, tetapi tidak akan bisa mengubah konseli. Konselor menekankan agar
konseli mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b. Orientasi sekarang dan di sini
Dalam proses konseling konselor tidak
merekontruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan
keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa
lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula
konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
c. Orientasi eksperiensal
Konselor meningkatkan kesadaran konseli
tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya. Sehingga dengan demikian konseli
mengintegrasikan kembali dirinya: (1) konseli mempergunakan kata ganti personal;
(2) konseli mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan; (3) konseli mengubah
peran dan tanggung jawab; (4) konseli menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/
negatif pada diri atau tingkah lakunya.
2. Teknik-teknik konseling Gestalt
a. Permainan dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan
untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan. Yaitu
kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya: (1)
kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (2) kecenderungan bertanggung
jawab lawan kecenderungan masa bodo; (3) kecenderungan anak baik lawan
kecenderungan anak bodoh; (4) kecenderungan otonom lawan kecenderungan
tergantung; (5) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Menurut Gestalt, melalui dialog yang kontradiktif
ini konseli akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani
mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan
menggunakan teknik kursi kosong.
b. Latihan saya bertanggung jawab
Teknik ini dimaksudkan untuk membantu konseli agar
mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya
itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk membuat
suatu pernyataan, kemudian konseli menambahkan dalam pernyataan itu dengan
kalimat: “...dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan
membantu meningkatkan kesadaran konseli akan perasaan-perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya.
c.
Bermain
proyeksi
Proyeksi
artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri
dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Dalam teknik bermain proyeksi
konselor meminta kepada konseli untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang
diproyeksikan kepada orang lain.
d.
Teknik
pembalikan
Gejala-gejala
dan tingkah laku tertentu sering kali mempersentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya.Dalam teknik ini konselor meminta konseli
untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan persaan-persaan yang
dikeluhkannya. Misalnya: “konselor memberi kesmpatan kepada konseli untuk
memainkan peran “ ekshibisionis” bagi konseli yang pemalu berlebihan.
e.
Tetap
dengan persaan
Teknik
ini dapat digunakan untuk konseli yang menunjukkan perasaan atau suasana hati
yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong
konseli untuk tetap bertahan dengan persaan yang ingin dihindarinya itu.
f.
Kursi
kosong
Merupakan
suatu teknik role playing yang dilakukan oleh konseli dengan seseorang
yang dibayangkan pada kursi kosong.Tujuannya untuk menurunkan ketegangan akibat
konflik.
g.
Berkeliling
Suatu
latihan dimana konseli diminta untuk berkeliling ketemannya (orang yang
dikenalnya) dan berbicara atau melakukan sesuatu yang terkait dengan
masalahnya.Tujuannya untuk menghadapi, memberanikan dan menyikapkan diri dengan
tingkah laku yang baru.
h.
Saya
memiliki suatu rahasia
Suatu
metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa konseli tidak
mau membuka rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan-ketakutan, menyampaikan
hal-hal yang mereka anggap memalukan/menimbulkan rasa berdosa.
i.
Permainan
melebih-lebihkan
Suatu
metode peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang
dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh.Misal; gemetar (menggoyangkan
tangan dan kaki) (Siti Chodijah, 2016: 107).
H. Model-Model pendekatan Gestalt
1.
Model pola hubungan konselor dengan konseli
Menurut Subandi hubungan antara konselor dan
konseli adalah sejajar yaitu hubungan antara konseli dan konselor itu adanya
dialog dan hubungan antara keduanya. Pengalaman-pengalaman kesadaran dan
persepsi konselor merupakan inti dari proses konseling. Sedangkan Menurut Gerald
hubungan terapis dan konseli dalam praktik konselingGestalt yang efektif
yaitu dengan melibatkan hubungan pribadi ke pribadi antara terapis dan konseli.
Pengalaman-pengalaman, kesadaran, dan persepsi-persepsi terapis menjadi latar
belakang. Sementara kesadaran dan reaksi-reaksi konseli membentuk bagian muka
proses konseling (Siti Chodijah, 2016: 109).
2.
Model Peran Konselor
Menurut Gudnanto (Siti Chodijah, 2016: 109)
dalam pendekatan teori Gestalt ini, peran konselor adalah:
a. Memfokuskan pada perasaan konseli, kesadaran
pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan terhadap kesadaran.
b. Tugas terapis adalah menantang konseli
sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnya dan berhubungan
dengan pesan-pesan tubuh mereka.
c. Menaruh perhatian pada bahasa tubuh konseli,
sebagai petunjuk non verbal.
d. Secara halus berkonfrontasi dengan konseli
guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat dari bahasa mereka.
I.
Prinsip Dasar Gestalt dan Pengaplikasiannya
1.
Interaksi
antara individu dan lingkungan
Prinsip ini disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh
manusia sebagai figure and ground.Oleh karena itu kemampuan persepsi ini
merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari.Pengorganisasian
ini mempengaruhi makna yang dibentuk (Marada, 2008: 65).
2.
Prinsip-prinsip
pengorganisasian
a.
Principle of Proximity: bahwa
unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
b.
Principle of Similarity:
individu akan cenderung mempersepsikan stimulus yang sama sebagai suatu
kesatuan. Kesamaan stimulus itu bisa berupa persamaan bentuk, warna, ukuran dan
kecerahan.
c.
Principle of Objective Set:
Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
d.
Principle of Continuity:
Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah melakukan proses untuk
melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang didapat tidak
lengkap.
e.
Principle of Closure/ Principle of Good Form: Bahwa
orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang
tidak lengkap. Orang akan cenderung melihat suatu obyek dengan bentukan yang
sempurna dan sederhana agar mudah diingat.
f.
Principle of Figure and Ground: Yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan ground (latar belakang). Prinsip ini menggambarkan bahwa
manusia secara sengaja ataupun tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana
yang dianggapnya sebagai figure dan mana yang dianggap sebagai ground.
g.
Principle of Isomorphism:
Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, atau
menunjukkan adanya hubungan struktural antara daerah-daerah otak yang
terktivasi dengan isi alam sadarnya (Marada, 2008: 66).
3. Aplikasi Prinsip Gestalt
Dalam aplikasi prinsip Gestalt ada empat yang
harus diperhatikan, yaitu belajar, insight, memory, dan implikasi (Riyanto, 2008: 43-47).
a.
Belajar
Proses
belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar,
terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar
terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu
problem.Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain:
1)
Pengalaman tilikan (insight): bahwa
tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2)
Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning): kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan
tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan
makin efektif sesuatu yang dipelajari.
3)
Perilaku bertujuan (purposive behavior):
bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat
hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin
dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal
tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
4)
Prinsip ruang hidup (life space): bahwa
perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh
karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi
dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5)
Transfer dalam Belajar: yaitu pemindahan
pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut
pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan
pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian
menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat. Judd
menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).
Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap
prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk
kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
b. Insight
Pemecahan
masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai
dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu
menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi.
Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler
dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya
insight pada individu tergantung pada:
1)
Kesanggupan, yaitu berkaitan dengan kemampuan inteligensi
individu.
2)
Pengalaman, yaitu dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu
pengalaman dan pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
3)
Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatasi
4)
Latihan. Latihan yang banyak akan mempertinggi kemampuan
insight dalam situasi yang bersamaan
5)
Trial and Error, yaitu apabila seseorang
tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan melakukan
percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah
tersebut.
c.
Memory
Hasil
persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu,
jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip
organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali
muncul dan terbukti secara eksperimental.Secara sosial, fenomena ini juga
menjelaskan pengaruh gosip/rumor.Fenomena gosip seringkali berbeda dengan fakta
yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang kemudian
diteruskan kepada orang lain dengan dengan dilengkapi oleh informasi yang
relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui faktanya.
d.
Implikasi Gestalt
1)
Pendekatan fenomenologis
Yang menjadi salah satu pendekatan yang eksis di
psikologi dan dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa
studi psikologi dapat mempelajari higher mental process, yang selama ini
dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan
empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah
psikologi.
Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938),
pendiri fenomenologi modern.Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang
tokoh psikologi eksperimental “baru” yang muncul di Jerman pada akhir
pertengahan abad XIX.Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan
psikologi Gestalt adalah juga murid.Stumpf, dan mereka menggunakan
fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis.
Fenomenologi
adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan menerangkan
gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu metode
pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan
mengamati apa yang dialami secara langsung.
2)
Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran
behaviorisme
Dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses
belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual
field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses
mental seperti persepsi, insight,danproblem solving beroperasi.
J.
Hukum-Hukum Belajar Gestalt
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini
ada satu hukum pokok, yaitu hukum Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider)
yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu hukum–hukum keterdekatan,
ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas (Khairani, 2013: 76).
1. Hukum Pragnaz
Pragnaz adalah suatu keadaan yang seimbang.
Setiap hal yang dihadapi oleh individu mempunyai sifat dinamis yaitu cenderung
untuk menuju keadaan pragnaz tersebut.
2. Hukum keterdekatan
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap
sebagai suatu totalitas. Contohnya :
Garis-garis di atas akan terlihat sebagai tiga
kelompok garis yang masing-masing terdiri dari dua garis, ditambah dengan satu
garis yang berdiri sendiri di sebelah kanan sekali.
3.
Hukum
ketertutupan
Hal-hal
yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri. Contohnya :
Gambar garis-garis di atas akan dipersepsikan sebagai dua segi empat dan garis yang berdiri sendiri di sebelah kiri, tidak dipersepsikan sebagai dua pasang garis lagi setelah ada garis melintang yang hampir saling menyambung di antara garis-garis tegak yang berdekatan.
4.
Hukum
kesamaan
Hal-hal
yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok
atau suatu totalitas. Contohnya:
Deretan bentuk di atas akan cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O dan X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretantegak.
5.
Hukum
kontinuitas
Orang
akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada.
Contohnya :
Pada
gambar diatas, kita akan cenderung mempersepsikan gambar sebagai dua garis
lurus berpotongan, bukan sebagai dua garis menyudut yang saling membelakangi.
K.
Penerapan Teori Gestalt dalam Proses Belajar
Sebelum membahas teori Gestalt dalam
proses belajar ada baiknya membahas prinsip-prinsip belajar menurut teori ini, yaitu:
1.
Belajar berdasarkan keseluruhan. Orang berusaha menghubungkan pelajaran yang
satu dengan pelajaran yang lainnnya.
2.
Belajar adalah suatu proses perkembangan. Materi dari belajar baru dapat diterima dan
dipahami dengan baik apabila individu tersebut sudah cukup matang untuk
menerimanya. Kematangan dari individu dipengaruhi oleh pengalaman dan
lingkungan individu tersebut.
3.
Siswa sebagai organisme keseluruhan. Dalam proses belajar, tidak hanya melibatkan
intelektual tetapi juga emosional dan fisik individu.
4.
Terjadinya transfer. Tujuan dari belajar adalah agar individu
memiliki respon yang tepat dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu kemampuan
dapat dikuasai dengan baik maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.
5.
Belajar adalah reorganisasi pengalaman. Proses belajar terjadi ketika individu
mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya, manusia menggunakan
pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.
6.
Belajar dengan insight. Dalam proses belajar, insight berperan
untuk memahami hubungan diantar unsur-unsur yang terkandung dalam suatu
masalah.
7.
Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat,
keinginan dan tujuan siswa. Hal ini tergantung kepada apa yang dibutuhkan
individu dalam kehidupan sehari hari, sehingga hasil dari belajar dapat
dirasakan manfaatnya.
8.
Belajar berlangsung terus-menerus. Belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi
juga di luar sekolah. Belajar dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang
terjadi dalam kehidupan individu setiap waktu (Hidayati, 2012: 56).
L. Pendekatan Filsafat Bimbingan dan
Konseling Islami dan Ayat-ayat Al-Qur’an
Berbicara tentang agama terhadap kehidupan
manusia memang cukup menarik, khusunya agama Islam.Hal ini tidak terlepas dari
tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia ke arah kebaikan yang
hakiki dan juga para Nabi sebagai figur konselor yang sangat mampu dalam
memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa
manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaitan (SitiChodijah, 2016: 112).
Dengan kata lain manusia diharapkan saling
memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri,
sekaligus memberi konseli agar tetap sabar dan tawakkal dalam menghadapi
perjalanan kehidupan yang sebenarnya. Sebagaimaa
ayat di bawah ini Q.S. Ar-Ra’du ayat 27 yang berbunyi:
ãAqà)turtûïÏ%©!$#(#rãxÿx.Iwöqs9tAÌRé&Ïmøn=tã×pt#uä`ÏiB¾ÏmÎn/§3ö@è%cÎ)©!$#@ÅÒã`tBâä!$t±oüÏökuurÏmøs9Î)ô`tBz>$tRr&ÇËÐÈ
Artinya: “Orang-orang kafir berkata: “Mengapa tidak diturunkan
kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah: “Sesungguhnya
Allah menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang
bertaubat kepada-Nya” (Depag RI, 2006:201).
Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa
ada jiwa yang menjadi fisik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung
kepada manusia yang memilikinya. Ayat
ini meunjukkan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain,
dengan kata lain membimbing ke arah mana seseorang itu akan menjadi baik atau
buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai
“bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk
menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun
satu ayat saja yang dipahaminya (Siti Chodijah, 2016: 113).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibaratbimbingan
(guidance) dalam pandangan psikologi. Dalam hal ini Islam memberi
perhatian pula proses bimbingan. Allah menunjukkan adanya bimbingan, nasihat
atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji,
seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut Q.S. At-Tiin ayat 4-5:
ôs)s9$uZø)n=y{z`»|¡SM}$#þÎûÇ`|¡ômr&5OÈqø)s?ÇÍÈ¢OèOçm»tR÷yu@xÿór&tû,Î#Ïÿ»yÇÎÈ
Artinya: “Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudia kami kembalikan dia
ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”(Depag
RI, 2006: 479).
Ada beberapa ayat yang lebih khusus
menerangkan tugas orang dalam pembinaan agama bagi keluarganya, yaitu Q.S.
Asy-Syu’ara ayat 214:
öÉRr&ury7s?uϱtãúüÎ/tø%F{$#ÇËÊÍÈ
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat” (Depag RI, 2006: 300).
Sedangkan peda beberapa hadits yang
berkaitan dengan arah perkembangan anak diantaranya:
1.
“Tiap-tiap
anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang
menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Baihaqi)
2.
“Seseorang
supaya mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik
daripada bersedekah satu sha”
(HR. Turmudzi).
Selanjutnya
yang berkaitan dengan perkembangan koseling khusus konseling sekolah adalah
adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa jenjang
pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini:
1.
Konseling
kritis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat
kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat
adiktif.
2.
Konseling
fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman
diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir,
akademik, dan pergaulan sosial.
3.
Konseling preventif,
dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan
atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4.
Konseling developmental,
dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan
kemandirian,
percaya diri, citra diri, perkembangan karir, dan perkembangan akademik.
Dengan demikian kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship),
terutama konseling pada dasranya timbul dari diri dan luar individu yang
melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat
individu. Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku
yang sangat diistimewakan.Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya,
sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang
mulia disisi Allah SWT. Seperi tercantum dalam firman Allah ebagai berikut,
Q.S. Al-Mujadalah ayat 11:
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä#sÎ)@Ï%öNä3s9(#qßs¡¡xÿs?ÎûħÎ=»yfyJø9$#(#qßs|¡øù$$sùËx|¡øÿtª!$#öNä3s9(#sÎ)ur@Ï%(#râà±S$#(#râà±S$$sùÆìsùötª!$#tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäöNä3ZÏBtûïÏ%©!$#ur(#qè?ré&zOù=Ïèø9$#;M»y_uy4ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?×Î7yzÇÊÊÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka
lapagkanglah niscaya Allah akan memberi kelpaangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Depag RI, 2006: 434).
Ayat
ini mencakup pemberian kelapangan dalam menyampaikan segala macam kebaikan
kepada kaum muslimin dan yang menyenangkannya. Dan Allah SWT akan meninggikan
derajat orang-orang mukmin dengan mengikuti perintah-perintah-Nya, khususnya
orang-orang yang berilmu diantara mereka, derajat-derajat yang banyak dalam hal
pahala dan tingkat-tingkat keridhaan (Shihab, 2002: 96).
M.
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Gestalt
Menurut Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012: 45), dan
buku Gerald Corey (Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi, 1995).
Kelebihan dan kelemahan pendekatan Gestalt adalah sebagai berikut:
1.
Kelebihan
a. KonselingGestalt menangani masa lamapu
dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
b.
Konseling Gestalt memberikan perhatian terhadap
pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
c. KonselingGestalt menolak mengakui ketidakberdayaan
sebagai alasan untuk tidak berubah.
d. KonselingGestalt meletakkan penekanan
pada konseli untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
e. KonselingGestalt menggairahkan hubungan
dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak
tentang masalah konseli.
2. Kelemahan
a. KonselingGestalt tidak berlandaskan
pada suatu teori yang kukuh.
b. KonselingGestalt cenderung anti
intelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
c. KonselingGestalt menekankan tanggung
jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada
orang lain.
d. Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang
menguasai tekbik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis
sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
e. Para konseli sering bereaksi negatif terhadap
sejumlah teknik Gestalt karena merasa di anggap bodoh. Sudah sepantasnya
terapis berpijak pada kerangka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai
muslihat-muslihat.
N.
Contoh Penerapan
Psikologi Gestalt dalam Kehidupan
Sehari-hari
Jika kita mendengar musik, kita tidak boleh
mendengar satu bunyi saja. Kalau kita berbuat demikian maka musik yang kita
dengar tidak akan sempurna. Demikian pula halnya dengan Islam.
Penerimaan/penghayatan Islam pun tidak boleh dipecah-pecahkan. Islam
harus diterima secara Gestalt. Kalau tidak Islam jadi tidak bermakna,
sama separti eksperimen yang telah dilakukan. Seperti yang dijelaskan
dalam ayat berikut: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan.
Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu (QS. 2:208).Orang
yang menerima Islam secara sebagian-sebagian sangat mudah ditipu syaithan.
O. Contoh Kasus dalam Psikologi Gestalt
1. Deskripsi Kasus
Rendy merupakan anak bungsu dari tiga saudara.Dua kakak
dari konseli semuanya laki-laki, dan ketika Rendy masih kecil seringkali
mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari kakaknya tersebut. Sering
kali Rendy diminta secara paksa oleh kakaknya untuk mengerjakan tugas rumah
tangga yang seharusnya dikerjakan oleh kakaknya, seperti menyapu, mencuci
piring, dan uang jajan Rendy sering juga diminta kakaknya tanpa sepengetahuan
dari orangtuanya yang berprofesi sebagai pedagang. Hal inilah yang menyebabkan
konseli merasakan keyakinan untuk membalas perilaku kakakny sehingga membuat
Rendy tumbuh menjadi remaja yang labil dan agresif, pernah suatu hari Rendy
memalak (memninta) uang secara paksa kepada teman satu kelasnya.Dan membuat dirinya
dijauhi teman-temannya disekolah, hingga membuat Rendy berinisiatif menemui
konselor.
2.
Proses Konseling
Dalam pendekatan Gestalt tedapat konsep tentang
urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak
terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan,
kedudukan, rasa diabaikan dan sebagainya. Maka akar masalah dari konseli dapat
dikategorikan sebagai Urusan yang tak selesai, konseli juga mengalami konflik
antara dua sisi kepribadiam yamg berlawanan yang berakar pada mekanisme
introyeksi yang melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, dalam hal
ini dirinya sewaktu kecil yang lemah dan kakaknya yang otoriter.
Teknik kursi kosong merupakan suatu cara untuk mengajak
klien agar mampu mengeksternalisasikan introyeksinya. Dalam hal ini, dua kursi
diletakkan di tengah ruangan.Konselor meminta konseli untuk duduk di kursi yang
satu dan memainkan peran sebagai top dog (otoriter yang diintoyeksikan
dari kakaknya), kemudian pindah ke kursi lain dan menjadi underdog (lemah dan
tak berdaya yang diintroyeksikan dari masa kecilnya). Dialog dilangsungkan
diantara kedua sisi konseli. Teknik ini membantu konseli untuk berhubungan
dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yang diingkarinya, konseli
mengintenifkan dan mengalami secara penuh perasaan-perasaan yang bertentangan,
daripada hanya membicarakannya.Selanjutnya, konselor
membantu
konseli untuk menyadari bahwa perasaan adalah bagian diri yang sangat nyata,
untuk mencegah konseli memisahkan perasaan.
Evaluasi
terhadap proses dan hasil konseling terjadi sebagai bagian konselor dan konseli
dalam berpartisipasi. Setelah proses konseling, konseli menjadi lebih sadar
tentang bagaimana ia berperilaku yang selama ini tidak disadarinya. Pada sesi
konseling berlangsung, konselor dan konseli
mungkin memberikan perhatian pada isu-isu kepribadian secara umum dan
berbagai pola serta kondisi umum yang memberikan kontribusi pada berkurangnya
kesadaran konseli. Selanjutnya, konseli membawa kesadarannya kedalam kehidupan
sehari-hari dan mempertahankan serta mendasarkan dirinya padanya setelah proses
konseling berakhir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari
suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori
psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Oleh karena itu, dalam teori pendekatan Gestalt, pendekatan
ini mengajarkan konselor dan konseli metode kesadaran fenomenologi, yaitu
bagaimana individu memahami, merasakan, dan bertindak serta membedakannya
dengan interprestasi terhadap suatu kejadian yang dirasakan oleh individu.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abdul Baqi, Muhammad Fu’ad. 1988. al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Kar³m. Qahirah : Dar al-Had³ts.
Abidin, Zainal.2002. Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Achmadi. 2005. IdeologiPendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris. PustakaPelajar
Ashraf, Ali. 1989. Horson Baru Pendidikan
Islam. Jakarta:
PustakaProgresif.
Asy’ari, Musa. 1992. ManusiaPembentukKebudayaandalam
Al-Qur’an . Yogyakarta:
LESFI. Fattah
Jalal, Abdullah. 1977. Min
al-Ushul al-Tarbiyah fi al-Islam. Mesir: Dar
al-Kutub.
Bernan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi.Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Chodijah, Siti. 2016. Filsafat Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Mimbar
Pustaka.
Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi.
Bandung: PT Refika Aditama.
Departemen Agama RI. 2006. Al-Quran
dan Terjemahannya. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.
Departemen
Agama. 1998. RI, Al-Qur’an
danTerjemahan. Surabaya:
Al-Hidayah.
Hidayati, Titin. 2012. Implementasi Teori Belajar Pada Proses
Pembelajaran. Tersedia pada http://jurnalfalasifa.files.wordfress.com.2012/12/1-titin-nur-hidayati-implementasi-teori-belajar-Gestalt-pada-proses-pembelajaran.pdf.
Diakses tanggal 04 November 2016.
Khairani, Makmun.2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Marada.2008. Belajar Psikologi Gestalt
dan Implikasinya di dalam Belajar dan pembelajaran. Tersedia pada:http://maradagv.multiply.com/journal/item/32Diakses tanggal 04 November 2016.
Muin, Salim. 1994. KonsepsiPolitikdalam al-Qur’an. Jakarta:
LSIK &Rajawali Press.
Raharjo, Dawam. 1999. Pandangan al-Qur’an Tentang Manusia Dalam
Pendidikan Dan Perspektif al-Qur’an . Yogyakarta : LPPI.
Riyanto, Bambang. 2008. Teori
Belajar Gestalat.Tersedia pada: http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/teori-belajar-Gestalt/Diakses 05 November 2016.
Shihab, M.
Quraish. 1998. Wawasan
Al-Qur’an TafsirMaudu’iatas Berbagai PersoalanUmat. Bandung : Mizan.
Shihab, M. Quraish.1994. Membumikan al-Qur’an. Bandung :Mizan.
Shihab, Quraish M. 2002. Tafsir Al – Misbah Volume 5. Jakarta:
Lentera Hati.
Surya, Muhamad. 1988. Dasar-dasar
Konseling Pendidikan (Teori dan Konsep). Yogyakarta:
Penerbit Kota Kembang.
SyauqiNawawi, Rif’at. 2000. Konsep
Manusia Menurut al-Qur’an dalam Metodologi Psikologi Islami, Ed.
Rendra. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar