Rabu, 17 Mei 2017

FILSAFAT BK: Teori Gestalt



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Teori Gestalt diperkenalkan oleh Frederick (Fritz) Salomon Perls (1983-1970). Gestalt dalam bahasa Jerman mempunyai arti bentuk, wujud atau organisasi. Kata itu mengandung pengertian kebulatan atau keparipurnaan (schultz, 1991:171). Simkin dalam (Gilliland, 1989: 92) menyatakan bahwa kata Gestalt mempunyai makna keseluruhan (whole) atau konfigurasi (configuration). Dengan demikian, Perls lebih mengutamakan adanya integrasi bagian- bagian terkecil kepada suatu hal yang menyeluruh. Integrasi ini merupakan hal penting dan menjadi fungsi dasar bagi manusia (Zainal, 2002: 89).
Dalam pendekatan Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, dan rasa diabaikan.Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain (James Bernan, 2006: 287).
Teori Gestalt adalah terapi humanistik eksistensial yang berlandaskan premis, bahwa individu harus menemukan caranya sendiri dalam hidup dan menerima tanggung jawab pribadi jika individu ingin mencapai kedewasaan. Sebagai seorang calon konselor atau guru BK, maka sangat penting bagi kita untuk memahami teori Gestalt sebagai acuan dalam membantu klien/siswa, karena teori ini mengajarkan pada klien bagaimana mencapai kesadaran tentang apa yang mereka rasakan dan lakukan serta belajar bertanggung jawab atas perasaan, pikiran dan tindakan sendiri (Surya, 1988: 55).



BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Psikologi Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai arti sebagai bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisir. Gestalt merupakan aliran yang mengembangkan paradigma pemikiran yang berpijak pada kerangka menyeluruh dalam melihat obyek. Karena itu, perlu diingat bahwa psikologi Gestalt utamanya berminat pada persepsi dan proses problem solving (Hidayati, 2012: 76).
Istilah “Gestalt” sendiri merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari terjemahannya dalam bahasa-bahasa lain.Arti Gestalt bisa bermacam-macam, yaitu “form” “shape”(dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya ke dalam bahasa Inggris pun bermacam-macam antara lain“shape psychology”, “configurationism”“whole psychology” dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahan. Akhirnya para sarjana diseluruh dunia sepakat untuk menggunakan istilah “Gestalt” tanpa menerjemahkannya ke dalam bahasa lain (James Bernan, 2006: 293)
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu  gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori psikologi Gestalt disebut sebagai penomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling dasar dalam psikologi Gestalt.Dalam hal ini psikologi Gestalt sependapat dengan filsapat fenomologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral.Dalam suatu fenomena terdapat terdapat dua unsur, yaitu objek dan arti. Objek merupakan suatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indra, objek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada objek itu (Siti Chodijah, 2016: 91).



B.       Sejarah Konseling Gestalt
Ketika behaviorisme berkembang pesat di Amerika Serikat, maka di Negara Jerman muncul aliran yang dinamakan psikologi Gestalt.Para psikolog Gestalt yakin bahwa pengalan seseorang mempunyai kualitas kesatuan dan struktur.Aliran Gestalt ini muncul karena ketidakpuasan terhadap aliran strukturalis, khususnya karena strukturalis mengabaikan arti pengalaman seseorang yang kompleks, bahkan dijadikan elemen yang disederhanakan (Siti Chodijah, 2016: 91).
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, atau kemiripan menjadi kesatuan. Teori Gestalt proposisi terhadap teori strukturalisme.Teori Gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation”(1890). Teori ini dibangun oleh tiga orang, Max Wertheimer, Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkunganya sebagai kesatuan yang utuh (Siti Chodijah, 2016: 92).
Pengikut-pengikut aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi aliran-aliran lain. Bagi aliran yang mengikuti Gestalt perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer ialah keseluruhan, sedangkan bagian-bagaianya adalah sekunder, bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain, keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagianya. Contohnya kalau kita bertemu dengan seseorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru, melainkan teman kita itu secara keseluruhan selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya hal-hal khusus (bagian-bagian) tertentu misalnya baju yang baru (Siti Chodijah, 2016: 91).




C.      Tokoh-Tokoh Gestalt
a.    Tokoh-tokoh Barat Gestalt
1.    Max Wertheimer
Mex wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di praha pada tanggal 15 april 1880. Ia mendapat gelar Ph. D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt dimana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Bersama-sama dengan Wofgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di University of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten disana (Siti Chodijah, 2016: 93).
Konsep pentingnya: Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkain gerakan yang dianamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Wertheimer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi objektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt.Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah ia menggunakan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat kedalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu lagi tegak.Kedua garis tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus, kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang.Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation Of Gestalt Theory” hukum-hukum itu antara lain:
a.       Hukum kedekatan (law of proximity), yaitu hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
b.      Hukum ketertutupan (law of closure), yaitu hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.
c.       Hukum kesamaan (law of equevalence), hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau totalitas (Siti Chodijah, 2016: 94).

2.    Kurt koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 maret 1886.Karirnya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910 ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler, bersama dua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsipGestalt dalam rangkain gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial.Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt(Siti Chodijah, 2016: 94).
Teori Koffka tentang belajar antara lain:
a.    Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalam yang membekas di otak. Jejak-jejak ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsif-prinsif Gestalt dan akan muncul kembali jika kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingtan tadi.
b.    Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan. Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
c.    Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.

3.    Wolfgang Kohler
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 januari 1887.Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 dibawah bimbingan C. Stumpf di Berlin.Kemudian dia pergi ke Frankfurt. Saat bertugas menjadi asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wertheimer dan Koffka. Kohler berkarir mulai pada tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai direktur stasiun “Anthrophoid” dari akademi.
Ilmu-ilmu persia di Teneriffe, dimana pernah melakukan penyelidikanya terhadap inteligensi kera. Hasil penelitianya ditulis dalam buku yang bertajuk The Mentality Of Apes (1925). Eksperimennya seekor simpanse diletakan di dalam sangkar.Pisang digantung di atas sangkar.Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis.Mula-mula hewan itu berlompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil.Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil.simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah berpikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian hewan itu menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu (Siti Chodijah, 2016: 95).
Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu msalah atau problem. Maka akan terjadi ketidakseimbangan kognitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organism dalam hal ini simpanse dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight(Siti Chodijah, 2016: 96).

4.    Kurt Lewin (1890-1947)
PandanganGestalt di aplikasikan dalam fild psychology oleh Kurt Lewin.Lewin lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University Of Berlin dalam bidang psikologi pada tahun 1914.Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheirmer dan Kohler dan mengambil konsep psichological Field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi profesor di Cornell University dan menjadi Director Of The Research Center For Group Dynamics di Massachusetts Institute Of tecnology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun (Siti Chodijah, 2016: 96).
Mula-mula Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkeritik teori Gestalt karena dianggapnya tidak kuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan Aristoteles yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan.Ia lebih cenderung kearah pendekatan yang Galileo, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan. Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak.Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan menentukan prilaku individu.Salah satu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori konflik.Akibat adanya vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan prustasi dan ketidakseimabangan (Siti Chodijah, 2016: 97).
Berdasarkan kepada vector yang saling bertentangan itu. Lewin membagi konflik dalam tiga jenis, yaitu:
a.    Konflik mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict)
Konflik ini terjadi jika seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif.
b.    Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)
Konflik ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama mempunyai nilai negatif tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek sekaligus.
c.    Konflik mendekat-menjauh (Approach- Avoidance Conflict)
Konflik ini terjadi jika ada satu obyek yang mempunyai nilai positif dan nilai negatif sekaligus.

b.   Tokoh-tokoh Islam Gestalt
Rasulallah SAW
Beliau berasal dari kabilah Quraisy, tepatnya keturunan Hasyim. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdul Muthalib, cucu Hasyim. Ibunda beliau adalah Aminah binti Wahb yang berasal dari keturunan Bani Zuhrah, salah satu kabilah Quraisy. Setelah menikah, Abdullah melakukan pepergian ke Syam. Ketika pulang dari pepergian itu, ia wafat di Madinah dan dikuburkan di kota itu juga. Setelah beberapa bulan dari wafatnya sang ayah berlalu, Nabi pamungkas para nabi lahir di bulan Rabi’ul Awal, tahun 571 Masehi di Makkah, dan dengan kelahirannya itu, dunia menjadi terang-benderang. Sesuai dengan kebiasaan para bangsawan Makkah, ibundanya menyerahkan Muhammad kecil kepada Halimah Sa’diyah dari kabilah Bani Sa’d untuk disusui. Beliau tinggal di rumah Halimah selama empat tahun. Setelah itu, sang ibu mengambilnya kembali. Dengan tujuan untuk berkunjung ke kerabat ayahnya di Madinah, sang ibunda membawanya pergi ke Madinah. Dalam perjalanan pulang ke Makkah, ibundanya wafat dan dikebumikan di Abwa`, sebuah daerah yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah ibunda beliau wafat, secara bergantian, kakek dan paman beliau, Abdul Muthalib dan Abu Thalib memelihara beliau. Pada usia dua puluh lima tahun, beliau menikah dengan Khadijah yang waktu itu sudah berusia empat puluh tahun. Beliau menjalani hidup bersamanya selama dua puluh lima tahun hingga ia wafat pada usia enam puluh lima tahun.
1)      Diangkat Menjadi Nabi di Usia 40 Tahun
Pada usia empat puluh tahun, beliau diutus menjadi nabi oleh Allah. Ia mewahyukan kepada beliau al-Quran yang seluruh manusia dan jin tidak mampu untuk menandinginya. Ia menamakan beliau sebagai pamungkas para nabi dan memujinya karena kemuliaan akhlaknya. Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Menurut pendapat masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di Madinah. Bukti Kenabian Rasulullah saw. Secara global, kenabian seorang nabi dapat diketahui melalui tiga jalan:
a.    Pengakuan sebagai nabi.
b.    Kelayakan menjadi nabi.
c.    Mukjizat.
d.   Pengakuan Sebagai Nabi
Telah diketahui oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengaku sebagai nabi di Makkah pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan berhala dan api telah menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali di antara mereka yang mengikuti ajakan beliau itu.
2)      Kelayakan Menjadi Nabi
Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku menjadi nabi harus memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa harus orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala karakterisitik yang tidak terpuji. Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah saw. Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap karakterisitik yang buruk. Kesimpulannya, akhlak beliau yang mulia, tata krama beliau yang terpuji, perubahan dan revolusi yang beliau cetuskan di seanterao dunia, khususnya di Hijaz dan jazirah Arab, dan sabda-sabda beliau yang mulia berkenaan dengan tauhid, sifat-sifat Allah, hukum halal dan haram, serta nasihat-nasihat beliau telah membuktikan kelayakan beliau untuk menduduki kursi kenabian, dan setiap orang yang insaf tidak akan meragukan semua itu.
3)      Mukjizat
a.    Mukjizat dapat disimpulkan dalam lima hal:
b.    Mukjizat akhlak.
c.    Mukjizat ilmiah.
d.   Mukjizat amaliah.
e.    Mukjizat maknawiyah.
f.     Mukjizat keturunan.

4)      Karakter dan Keutamaan Rasullullah Saw
Salah satu karekter rasulullah saw yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjaga kan dia bangga hal ini bisa kita lihat diperang badar dan pembebasan kita makkah(fathu makkah) dan kekalahan tidak membuat dia putus asa dapat kita lihat pristiwa perang uhud bahkan dengan cekatan is mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi hamru"ul asad dan pengingkari perjanjian yang dilakukan kaum yahudi bani quraizah ,dan kewaspadaan beliau,selalu mengedek kekuatan musuh dengan teliti dan mempersiapkan segalanya. Dia memperlakukan kaum dan pengikutnya dengan tujuan mempererat silaturrahmi dan selalu menamamkan rasa percaya diri dalam mereka is selalu mengasihi anak anak kecil dan mengayomi mereka.berbuat baik dengan fakir miskin dan terhadap hewan dia selalu menanamkan rasa kasih sayang dan melarang untuk menyakiti binatang.
Salah satu contoh rasa prikemanusian rasul saw adalah ketika mengutus pasukan untuk berperang dengan musuh dia selalu berpesan tidak boleh menyerang kaum sipil,dia lebih memilih damai terhadap musuh dari pada berperang ketika berperang dia berpesan tidak boleh membunuh lanjut usia anak kecil perempuan dan mengniaya musuh yang sudah tidak berdaya.Ketika kaum quraisi minta suaka politik kepadanya ia tidak memberlakukan baikot ekonomi bahkan ia menyepakati import gandum dari yaman  Ia juga menyerukan realisasikan sebuah perdamaian dunia dan melarang peperanga kecuali hal yang darurat.
5)      Usaha Rasulullah Saw dalam Membentuk Masyarakat dan Berprikemanusian
Kedatangan Rasul adalah sebuah rahmat bagi manusia semuanya is tidak pernah membedakan seseorang pun baik itu kulit putih atau kulit hitam dan dari suku bangsa mana, karena semua manusia itu makan dari rizki Allah SWT yang diberikan. Rasulullah SAW mengajak manusia untuk
a)        Meningkatkan harkat martabat manusia ia bersabda semua manusia berasil dari adam dan ia berasal dari tanah
b)        Mengajak damai sebelum perang
c)        Memaafkan sebelom membalas
d)       Mempermudah seseorang sebelom membalas perbuatan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peperangan yang dilaksanakan bertujuan untuk merealisasikan tujuan tujuan insani yang agung dan menuju kepada tatanan masyarakat yang berprikemanusian. Ia telah membuktikan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi manusia dan alam semesta peristiwa itu bisa dilihat dari pembebasan kota makkah dangan segala kemenangan yang telah digapai saat itu ia tetap berbuat baik dengan musuh dan enggan untuk membalas dendam padahal ia dapat melaksanakan ia pernah memaafkan mereka dengan sabda"pergilah kalian karma kalian sekarang sudah bebas pada waktu perang dzatur riqa dia berasil menangkap pemimpin gauts bin al harits yang berusaha beberapa kali membunuh beliau akan tetapi tetap dimaafkan. Beliau memperlakukan tawanan perang dengan baik ,ia telah membebaskan seorang tawanan perang dengan tangan dia sendiri disaat ia mendengar keluhan rasa sakit tangannya diikat.

D.    Pandangan Tentang Manusia
1.        Pandangan Tentang Manusia Menurut Al-Qur’an
Secara terminologis, ungkapan al-Qur’an untuk menunjukkan konsep manusia terdiri atas tiga kategori, yaitu: a) al-insan, al-in’s, unas, al-nas, anasiy dan insiy; b) al-basyar; dan; c) bani ²dam “anak ²dam ” dan §urriyyat ²dam “keturunan ²dam ” (Muin Salim, 1994: 81) Menurut M. Dawam Raharjo istilah manusia yang diungkapkan dalam al -Qur’an seperti basyar, insan, unas, insiy, ‘imru, rajul atau yang mengandung pengertian perempuan seperti imra’ah, nisa’ atau niswah atau dalam ciri personalitas, seperti al-atqa, al-abrar, atau ulul-albab, juga sebagai bagian kelompok sosial seperti al-asyqa, dzul-qurba, al-dhu’afa atau al-musta«’af-n yang semuanya mengandung petunjuk sebagai manusia dalam hakekatnya dan manusia dalam bentuk kongkrit (Dawam Raharjo, 1999: 18) Meskipun demikian untuk memahami secara mendasar dan pada umumnya ada tiga kata yang sering digunakan Al-Qur’an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu insan atau ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani ²dam atau §urriyat ²dam (Rif’at Syauqi, 2000: 5)
Meskipun ketiga kata tersebut menunjukkan pada makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:
a. Al-Basyar
Penamaan manusia dengan kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat.(Muhammad Fu’ad, 1988: 153-154).Secara etimologi al-basyar berarti kulit kepala, wajah, atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya.Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih didominasi bulu atau rambut.
Al-Basyar, juga dapat diartikan mulasamah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan.Makna etimologi dapat dipahami adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya.Penunjukan kata al-basyar ditujukan Allah kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, termasuk eksistensi Nabi dan Rasul. Eksistensinya memiliki kesamaandengan manusia pada umumnya, akan tetapi juga memiliki titik perbedaan khusus bila dibanding dengan manusia lainnya.
Adapun titik perbedaan tersebut dinyatakan al-Qur’an dengan adanya wahyu dan tugas kenabian yang disandang para Nabi dan Rasul.Sedangkan aspek yang lainnya dari mereka adalah kesamaan dengan manusia lainnya.Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan wahyu.Firman Allah swt.
Artinya :
Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (Depag,1998: 460)
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang pada umumnya berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamakan basyarah karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang lainnya.Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan 1 kali dalam bentuk mu£anna (dual) untuk menunjukkan manusia dari aspek lahiriah serta persamaannya dengan manusia seluruhnya (M. Quraish Shihab, 1998: 277). 
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian manusia dengan menggunakan kata basyar, artinya anak keturunan ²dam banu ²dam , mahkluk fisik atau biologis yang suka makan dan berjalan ke pasar. Aspek fisik itulah yang menyebut pengertian basyar mencakup anak keturunan ²dam secara keseluruhan.  Al-Basyar mengandung pengertian bahwa manusia akan berketurunan yaitu mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan waktu, serta tunduk terhadap hukum alamiahnya, baik yang berupa sunnatullah (sosial kemasyarakatan), maupun takdir Allah (hukum alam). Semuanya itu merupakan konsekuensi logis dari proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk itu, Allah swt.memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta, sebagai salah satu tugas kekhal³fahannya di muka bumi.
b. Al-Insan
Adapun penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat.21 Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa. Menurut Quraish Shihab, manusia dalam al-Qur’an disebut dengan al-Insan. Kata insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Pendapat ini jika ditinjau dari sudut pandang al-Qur’an lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata nasiya (yang berarti lupa), atau nasa-yansu (yangberarti bergoncang). Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitas, jiwa dan raga. Manusia berbeda antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasannya (M. Quraish Shihab, 1998: 280).  
Adapun kata al-Insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani.Harmonisasi kedua aspek tersebut dengan berbagai potensi yang dimilikinya, mengantarkan manusia sebagai makhluk Allah yang unik dan istimewa sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara satu dengan yang lain, dan sebagai makhluk dinamis, sehingga mampu menyandang predikat khal³fah Allah di muka bumi.
Perpaduan antara aspek fisik dan psikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan dimensi al-insan dan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, dan lain sebagainya.  Dengan kemampuan ini, manusia akan mampu mengemban amanah Allah di muka bumi secara utuh, yakni akan dapat membentuk dan mengembangkan diri dan komunitasnya sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang memiliki nuansa Ilahiah dan hanif. Integritas ini akan tergambar pada nilai-nilai iman dan bentuk amaliahnya.24 Dengan kemampuan ini,.Namun demikian, manusia sering lalai bahkan melupakan nilai-nilai insaniah yang dimilikinya dengan berbuat berbagai bentuk mafsadah (kerusakan) di muka bumi.
Kata al-insan juga digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan proses kejadian manusia sesudah ²dam. Kejadiannya mengalami proses yang bertahap secara dinamis dan sempurna di dalam di dalam rahim. (QS. al-Nahl (16): 78; QS. al-Mukmin-n (23): 12-14. Penggunaan kata al-insan dalam ayat ini mengandung dua makna, yaitu: Pertama, makna proses biologis, yaitu berasal dari saripati tanah melalui makanan yang dimakan manusia sampai pada proses pembuahan. Kedua, makna proses psikologis (pendekatan spiritual), yaitu proses ditiupkan ruh-Nya pada diri manusia, berikut berbagai potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia.
Makna pertama mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya merupakan dinamis yang berproses dan tidak lepas dari pengaruh alam serta kebutuhan yang menyangkut dengannya. Keduanya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sedangkan makna kedua mengisyaratkan bahwa, ketika manusia tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan materi dan berupaya untuk memenuhinya, manusia juga dituntut untuk sadar dan tidak melupakan tujuan akhirnya, yaitu kebutuhan immateri (spiritual).Untuk itu manusia diperintahkan untuk senantiasa mengarahkan seluruh aspek amaliahnya pada realitas ketundukan pada Allah, tanpa batas, tanpa cacat, dan tanpa akhir. Sikap yang demikian akan mendorong dan menjadikannya untuk cenderung berbuat kebaikan dan ketundukan pada ajaran Tuhannya (M. Quraish Shihab, 1998: . 69-70).
Menurut Aisyah Bintu Syati, bahwa term al-insan yang terdapat dalam al-Qur’an menunjukkan kepada ketinggian derajat manusia yang membuatnya layak menjadi khal³fah di bumi dan mampu memikul beban berat dan aktif (tugas keagamaan) dan amanah kehidupan. Hanya manusialah yang dibekali keistimewaan ilmu (punya ilmu pengetahuan), al-bayan (pandai bicara), al-‘aql (mampu berpikir), al-tamyiz (mampu menerapkan dan mengambil keputusan) sehingga siapmenghadapi ujian, memilih yang baik, mengatasi kesesatan dan berbagai persoalan hidup yang mengakibatkan kedudukan dan derajatnya lebih dari derajat dan martabat berbagai organisme dan makhluk-makhluk lainnya (Aisyah Bintu Syati: 7-8)
c. Al-Nas
Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannyaKata al-Nas dipakai al-Qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan kehidupannya (Musa Asy’ari, 1992: 25).
Dalam menunjuk makna manusia, kata al-nas lebih bersifat umum bila dibandingkan dengan kata al-Insan.Keumumannya tersebut dapat di lihat dari penekanan makna yang dikandungnya.Kata al-Nas menunjuk manusia sebagai makhluk sosial dan kebanyakan digambarkan sebagai kelompok manusia tertentu yang sering melakukan mafsadah dan pengisi neraka, di samping iblis.Hal ini terlihat pada firman Allah QS.al-Baqarah (2): 24.
Terjemahnya:
“Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”
Manusia merupakan satu hakekat yang mempunyaidua dimensi, yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal dan sebagainya). Itulah Tuhan yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Dialah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, dan memulai menciptakan manusia dari segumpal tanah, dan Dia ciptakan keturunannya dari jenis saripati berupa air yang hina, lalu Dia sempurnakan penciptaannya, kemudian Dia tiupkan ke dalam tubuhnya ruh (ciptaan) Nya, dan Dia ciptakan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati, namun kamu sedikit sekali bersyukur” (QS. al-Sajadah, 32: 6-9). Unsur jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur jiwa akan tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat. “Manusia itu bertanya, siapa pula yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang sudah hancur itu?Katakanlah, yang menghidupkannya adalah (Tuhan) yang telah menghidupkannya untuk pertama kali, dan Dia Maha Mengetahui akan setiap ciptaan” (QS. Yas³n, 36: 78-79).
Manusia adalah makhluk yang mulia, bahkan lebih mulia dari malaikat.Setelah Allah menciptakan manusia, Allah memerintahkan semua malaikat untuk memberi hormat sebagai tanda memuliakannya.“Maka ketika telah Aku sempurnakan ia dan Aku tiupkan ruh kepadanya, maka beri hormatlah kepadanya dengan bersujud” (QS. al-Hijr, 15: 29). Kemudian, Kemuliaan manusia ditegaskan dengan jelas, “Sesungguhnya kami telah muliakan anak-anak Adam dam, dan Kami angkat merekadari di darat dan di laut, dan Kami beri rezeki mereka dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dari kebanyakan mahkluk kami” (QS. al-Isra’, 17: 70).
Manusia pada dasarnya mempunyai sifat fitrah.Konsep fitrah menunjukkan bahwa manusia membawa sifat dasar kebajikan dengan potensi iman (kepercayaan) terhadap keesaan Allah (tauhid).Sifat dasar atau fitrah yang terdiri dari potensi tauhid itu menjadi landasan semua kebajikan dalam perilaku manusia. Dengan kata lain, manusia diciptakan Allah dengan sifat dasar baik berlandaskan tauhid. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak ²dam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian dari jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi ...” (QS. al-A’raf, 7: 172).
Manusia sebagai hamba Allah telah diposisikan sebagai khal³fah di muka bumi ini31 sebagai wakil Tuhan dalam mengatur dan memakmurkan kehidupan di planet ini.Dengan demikian manusia oleh Allah di samping dianggap mampu untuk melaksanakan misi ini, juga dipercaya dapat melakukan dengan baik. Dalam kehidupan ini manusia telah dibekali dengan berbagai potensi diri atau fitrah untuk dikembangkan dalam proses pendidikan. Dengan pengembangan diri itu dia akan mempunyai kemampuan beradaptasi dengan konteks lingkungannya dan memberdayakannya sehingga lingkungannya dapat memberikan support bagi kehidupannya.
Dengan demikian, makna manusia dalam al-Qur’an dengan istilah al-basyar, al-insan, al-nas dan bani ²dam mencerminkan karakteristik dan kesempurnaan penciptaan Allah terhadap makhluk manusia, bukan saja sebagai makhluk biologis dan psikologismelainkan juga sebagai makhluk religius, makhluk sosial dan makhluk bermoral serta makhluk kultural yang kesemuanya mencerminkan kelebihan dan keistimewaan manusia daripada makhluk-makhluk Tuhan lainnya.

2.        Pandangan Tentang Manusia Menurut Gestalt
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Pandangan ini menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Menurut pandangan Gestalt bahwa individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah tertentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Pendekatan Gestalt menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuandan kesadaran. Dengan mengakui dan mengalami penghambat-penghambat pertumbuhannya, maka kesadaran individu atas penghambat-penghambat itu akan meningkat (Gerald Corey, 2010: 118).
Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif terdorong ke arah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi (Siti Chodijah, 2016: 94).Hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah:
1.        Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya.
2.        Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
3.        Aktor bukan reactor.
4.        Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya.
5.        Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
6.        Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dengan kata lain setiap individu memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab, memiliki dorongan untuk mengembangkan keasadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Dalam hubungannya dengan kehidupan manusia, pendekatan konseling Gestalt memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani. Oleh karena itu, yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang. Dalam pendekatan Gestalt ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan (Siti Chodijah, 2016: 99).
Dalam pendekatan Gestalt, terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkap, seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa dan rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkap di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tidak terselesaikan itu akan bertahan samapai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tidak terungkap itu (Siti Chodijah, 2016: 99).
                   
E.     Tujuan Konseling Gestalt
Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu konseli agar berani menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli harus dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan atau orang lain. Agar konseli menjadi pribadi yang percaya diri dan dapat berbuat lebih banyak untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya (Siti Chodijah, 2016: 100).
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagian dari potensi yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu konseli agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut:
1.      Membantu konseli agar dapat memperoleh kesadaran pribadi.
2.      Memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insting secara penuh.
3.      Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya.
4.      Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain dalam mengatur diri sendiri (to be true to him self).
5.      Menigkatkan kesadaran individual agar konseli dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfinished business) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

F.       Proses Konseling Gestalt
Fokus utama konseling Gestalt terletak pada bagimana keadaan konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh karena itu, tugas konselor yaitu mendorong konseli untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba untuk menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstark, keinginan-keinginanya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat. Sejak awal proses konseling, konselor sudah mengarahkan tujuan agar konseli menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatan yang menyebabkan konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fingsi konselor yaitu membantu konseli untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar agar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli (Siti Chodijah, 2016: 101).
Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan konseli menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya. Maka tugas konselor adalah membuat perasaan konseli untuk bangkit dan mau mengahdapi ketersesatannya, sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.Ada beberapa fase dalam proses-proses konseling, yaitu:
1.        Konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli berbeda, karena masing-masing konseli mempunyai keunikan tersendiri serta memilki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
2.        Konselor berusaha menyakinkan dan mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi konseli. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu:
a.         Membangkitkan motivasi konseli. Dalam hal ini konseli diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin tinggi kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk bekerjasama dengan konselor.
b.        Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan menekankan kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-saran konselor asal dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
3.        Konselor mendorong konseli untuk mengatakan perasaan-perasaannya. Konseli diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolehkan memproyeksi dirinya kepada konselor. Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang,dari sini dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
4.        Setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya maka konselor mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling. Yaitu konseli menunjukan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas kepribadinnya sebagai individu yang unik dan manusiawi.

G.      Teknik Konseling Gestalt
Hubungan personal antara konselor dengan konseli merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan ini, teknik-teknik yang dilaksanakan selama proses konseling berlangsung merupakan alat yang penting untuk membantu konseli memperoleh kesadaran secara penuh (Siti Chodijah, 2016: 104).
1.    Prinsip kerja teknik konseling Gestalt
a.    Penekanan tanggung jawab konseli
Konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu konseli, tetapi tidak akan bisa mengubah konseli. Konselor menekankan agar konseli mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b.   Orientasi sekarang dan di sini
Dalam proses konseling konselor tidak merekontruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
c.    Orientasi eksperiensal
Konselor meningkatkan kesadaran konseli tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya. Sehingga dengan demikian konseli mengintegrasikan kembali dirinya: (1) konseli mempergunakan kata ganti personal; (2) konseli mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan; (3) konseli mengubah peran dan tanggung jawab; (4) konseli menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/ negatif pada diri atau tingkah lakunya.
2.    Teknik-teknik konseling Gestalt
a.    Permainan dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan. Yaitu kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya: (1) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak; (2) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodo; (3) kecenderungan anak baik lawan kecenderungan anak bodoh; (4) kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (5) kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Menurut Gestalt, melalui dialog yang kontradiktif ini konseli akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik kursi kosong.
b.   Latihan saya bertanggung jawab
Teknik ini dimaksudkan untuk membantu konseli agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk membuat suatu pernyataan, kemudian konseli menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat: “...dan saya bertanggung jawab atas hal itu”.
Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaran konseli akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
c.    Bermain proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada konseli untuk mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
d.   Teknik pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempersentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya.Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan persaan-persaan yang dikeluhkannya. Misalnya: “konselor memberi kesmpatan kepada konseli untuk memainkan peran “ ekshibisionis” bagi konseli yang pemalu berlebihan.
e.    Tetap dengan persaan
Teknik ini dapat digunakan untuk konseli yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong konseli untuk tetap bertahan dengan persaan yang ingin dihindarinya itu.


f.     Kursi kosong
Merupakan suatu teknik role playing yang dilakukan oleh konseli dengan seseorang yang dibayangkan pada kursi kosong.Tujuannya untuk menurunkan ketegangan akibat konflik.
g.    Berkeliling
Suatu latihan dimana konseli diminta untuk berkeliling ketemannya (orang yang dikenalnya) dan berbicara atau melakukan sesuatu yang terkait dengan masalahnya.Tujuannya untuk menghadapi, memberanikan dan menyikapkan diri dengan tingkah laku yang baru.
h.   Saya memiliki suatu rahasia
Suatu metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa konseli tidak mau membuka rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan-ketakutan, menyampaikan hal-hal yang mereka anggap memalukan/menimbulkan rasa berdosa.


i.      Permainan melebih-lebihkan
Suatu metode peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh.Misal; gemetar (menggoyangkan tangan dan kaki) (Siti Chodijah, 2016: 107).

H.      Model-Model pendekatan Gestalt
1.        Model pola hubungan konselor dengan konseli
Menurut Subandi hubungan antara konselor dan konseli adalah sejajar yaitu hubungan antara konseli dan konselor itu adanya dialog dan hubungan antara keduanya. Pengalaman-pengalaman kesadaran dan persepsi konselor merupakan inti dari proses konseling. Sedangkan Menurut Gerald hubungan terapis dan konseli dalam praktik konselingGestalt yang efektif yaitu dengan melibatkan hubungan pribadi ke pribadi antara terapis dan konseli. Pengalaman-pengalaman, kesadaran, dan persepsi-persepsi terapis menjadi latar belakang. Sementara kesadaran dan reaksi-reaksi konseli membentuk bagian muka proses konseling (Siti Chodijah, 2016: 109).
2.        Model Peran Konselor
Menurut Gudnanto (Siti Chodijah, 2016: 109) dalam pendekatan teori Gestalt ini, peran konselor adalah:
a.       Memfokuskan pada perasaan konseli, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan terhadap kesadaran.
b.      Tugas terapis adalah menantang konseli sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnya dan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka.
c.       Menaruh perhatian pada bahasa tubuh konseli, sebagai petunjuk non verbal.
d.      Secara halus berkonfrontasi dengan konseli guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat dari bahasa mereka.

I.         Prinsip Dasar Gestalt dan Pengaplikasiannya
1.           Interaksi antara individu dan lingkungan
Prinsip ini disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground.Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari.Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk (Marada, 2008: 65).
2.      Prinsip-prinsip pengorganisasian
a.         Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
b.        Principle of Similarity: individu akan cenderung mempersepsikan stimulus yang sama sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu bisa berupa persamaan bentuk, warna, ukuran dan kecerahan.
c.         Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
d.        Principle of Continuity: Menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah melakukan proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang didapat tidak lengkap.
e.         Principle of Closure/ Principle of Good Form: Bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Orang akan cenderung melihat suatu obyek dengan bentukan yang sempurna dan sederhana agar mudah diingat.
f.         Principle of Figure and Ground: Yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan ground (latar belakang). Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia secara sengaja ataupun tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana yang dianggapnya sebagai figure dan mana yang dianggap sebagai ground.
g.        Principle of Isomorphism: Menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan struktural antara daerah-daerah otak yang terktivasi dengan isi alam sadarnya (Marada, 2008: 66).

3.      Aplikasi Prinsip Gestalt
Dalam aplikasi prinsip Gestalt ada empat yang harus diperhatikan, yaitu belajar, insight, memory, dan implikasi (Riyanto, 2008: 43-47).

a.        Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain:
1)        Pengalaman tilikan (insight): bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2)        Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning): kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
3)        Perilaku bertujuan (purposive behavior): bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4)        Prinsip ruang hidup (life space): bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5)        Transfer dalam Belajar: yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
b.      Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya insight pada individu tergantung pada:
1)        Kesanggupan, yaitu berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
2)        Pengalaman, yaitu dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu akan menyebabkan munculnya insight.
3)        Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatasi
4)        Latihan. Latihan yang banyak akan mempertinggi kemampuan insight dalam situasi yang bersamaan
5)        Trial and Error, yaitu apabila seseorang tidak dapat memecahkan suatu masalah, seseorang akan melakukan percobaan-percobaan hingga akhirnya menemukan insight untuk memecahkan masalah tersebut.
c.       Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental.Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor.Fenomena gosip seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan dilengkapi oleh informasi yang relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum diketahui faktanya.
d.      Implikasi Gestalt
1)        Pendekatan fenomenologis
Yang menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah psikologi.
Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern.Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi eksperimental “baru” yang muncul di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX.Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga murid.Stumpf, dan mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis.
Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan mengamati apa yang dialami secara langsung.
2)        Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme
Dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental seperti persepsi, insight,danproblem solving beroperasi.

J.        Hukum-Hukum Belajar Gestalt
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok, yaitu hukum Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu hukum–hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas (Khairani, 2013: 76).
1.      Hukum Pragnaz
Pragnaz adalah suatu keadaan yang seimbang. Setiap hal yang dihadapi oleh individu mempunyai sifat dinamis yaitu cenderung untuk menuju keadaan pragnaz tersebut.
2.      Hukum keterdekatan
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas. Contohnya :
Garis-garis di atas akan terlihat sebagai tiga kelompok garis yang masing-masing terdiri dari dua garis, ditambah dengan satu garis yang berdiri sendiri di sebelah kanan sekali.

3.      Hukum ketertutupan
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri. Contohnya :

Gambar garis-garis di atas akan dipersepsikan sebagai dua segi empat dan garis yang berdiri sendiri di sebelah kiri, tidak dipersepsikan sebagai dua pasang garis lagi setelah ada garis melintang yang hampir saling menyambung di antara garis-garis tegak yang berdekatan.
4.      Hukum kesamaan
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas. Contohnya:

Deretan bentuk di atas akan cenderung dilihat sebagai deretan-deretan mendatar dengan bentuk O dan X berganti-ganti bukan dilihat sebagai deretan-deretantegak.
5.      Hukum kontinuitas
Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada. Contohnya :
Pada gambar diatas, kita akan cenderung mempersepsikan gambar sebagai dua garis lurus berpotongan, bukan sebagai dua garis menyudut yang saling membelakangi.



K.      Penerapan Teori Gestalt dalam Proses Belajar
Sebelum membahas teori Gestalt dalam proses belajar ada baiknya membahas prinsip-prinsip belajar menurut teori ini, yaitu:
1.        Belajar berdasarkan keseluruhan. Orang berusaha menghubungkan pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnnya.
2.        Belajar adalah suatu proses perkembangan. Materi dari belajar baru dapat diterima dan dipahami dengan baik apabila individu tersebut sudah cukup matang untuk menerimanya. Kematangan dari individu dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan individu tersebut.
3.        Siswa sebagai organisme keseluruhan. Dalam proses belajar, tidak hanya melibatkan intelektual tetapi juga emosional dan fisik individu.
4.        Terjadinya transfer. Tujuan dari belajar adalah agar individu memiliki respon yang tepat dalam suatu situasi tertentu. Apabila satu kemampuan dapat dikuasai dengan baik maka dapat dipindahkan pada kemampuan lainnya.
5.        Belajar adalah reorganisasi pengalaman. Proses belajar terjadi ketika individu mengalami suatu situasi baru. Dalam menghadapinya, manusia menggunakan pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki.
6.        Belajar dengan insight. Dalam proses belajar, insight berperan untuk memahami hubungan diantar unsur-unsur yang terkandung dalam suatu masalah.
7.        Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa. Hal ini tergantung kepada apa yang dibutuhkan individu dalam kehidupan sehari hari, sehingga hasil dari belajar dapat dirasakan manfaatnya.
8.        Belajar berlangsung terus-menerus. Belajar tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Belajar dapat diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu setiap waktu (Hidayati, 2012: 56).



L.       Pendekatan Filsafat Bimbingan dan Konseling Islami dan Ayat-ayat Al-Qur’an
Berbicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khusunya agama Islam.Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia ke arah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figur konselor yang sangat mampu dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaitan (SitiChodijah, 2016: 112).
Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseli agar tetap sabar dan tawakkal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya. Sebagaimaa ayat di bawah ini Q.S. Ar-Ra’du ayat 27 yang berbunyi:
ãAqà)tƒurtûïÏ%©!$#(#rãxÿx.Iwöqs9tAÌRé&Ïmøn=tã×ptƒ#uä`ÏiB¾ÏmÎn/§3ö@è%žcÎ)©!$#@ÅÒãƒ`tBâä!$t±oüÏökuurÏmøs9Î)ô`tBz>$tRr&ÇËÐÈ
Artinya: “Orang-orang kafir berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya” (Depag RI, 2006:201).
Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fisik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini meunjukkan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing ke arah mana seseorang itu akan menjadi baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya (Siti Chodijah, 2016: 113).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibaratbimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi. Dalam hal ini Islam memberi perhatian pula proses bimbingan. Allah menunjukkan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut Q.S. At-Tiin ayat 4-5:
ôs)s9$uZø)n=y{z`»|¡SM}$#þÎûÇ`|¡ômr&5OƒÈqø)s?ÇÍÈ¢OèOçm»tR÷ŠyŠuŸ@xÿór&tû,Î#Ïÿ»yÇÎÈ
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudia kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”(Depag RI, 2006: 479).

Ada beberapa ayat yang lebih khusus menerangkan tugas orang dalam pembinaan agama bagi keluarganya, yaitu Q.S. Asy-Syu’ara ayat 214:
öÉRr&ury7s?uŽÏ±tãšúüÎ/tø%F{$#ÇËÊÍÈ
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (Depag RI, 2006: 300).
            Sedangkan peda beberapa hadits yang berkaitan dengan arah perkembangan anak diantaranya:
1.    “Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Baihaqi)
2.    “Seseorang supaya mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik daripada bersedekah satu sha” (HR. Turmudzi).
Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan koseling khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini:
1.    Konseling kritis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
2.    Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan sosial.
3.    Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4.    Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir, dan perkembangan akademik.
Dengan demikian kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling pada dasranya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu. Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat diistimewakan.Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT. Seperi tercantum dalam firman Allah ebagai berikut, Q.S. Al-Mujadalah ayat 11:
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä#sŒÎ)Ÿ@ŠÏ%öNä3s9(#qßs¡¡xÿs?ÎûħÎ=»yfyJø9$#(#qßs|¡øù$$sùËx|¡øÿtƒª!$#öNä3s9(#sŒÎ)urŸ@ŠÏ%(#râà±S$#(#râà±S$$sùÆìsùötƒª!$#tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäöNä3ZÏBtûïÏ%©!$#ur(#qè?ré&zOù=Ïèø9$#;M»y_uyŠ4ª!$#ur$yJÎ/tbqè=yJ÷ès?׎Î7yzÇÊÊÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapagkanglah niscaya Allah akan memberi kelpaangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Depag RI, 2006: 434).
Ayat ini mencakup pemberian kelapangan dalam menyampaikan segala macam kebaikan kepada kaum muslimin dan yang menyenangkannya. Dan Allah SWT akan meninggikan derajat orang-orang mukmin dengan mengikuti perintah-perintah-Nya, khususnya orang-orang yang berilmu diantara mereka, derajat-derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat-tingkat keridhaan (Shihab, 2002: 96).


M.     Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Gestalt
Menurut Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012: 45), dan buku Gerald Corey (Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan kelemahan pendekatan Gestalt adalah sebagai berikut:
1.        Kelebihan
a.    KonselingGestalt menangani masa lamapu dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
b.    Konseling Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
c.    KonselingGestalt menolak mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
d.   KonselingGestalt meletakkan penekanan pada konseli untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
e.    KonselingGestalt menggairahkan hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah konseli.
2.    Kelemahan
a.       KonselingGestalt tidak berlandaskan pada suatu teori yang kukuh.
b.      KonselingGestalt cenderung anti intelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
c.       KonselingGestalt menekankan tanggung jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
d.      Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai tekbik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
e.       Para konseli sering bereaksi negatif terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa di anggap bodoh. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.

N.      Contoh Penerapan Psikologi Gestalt dalam Kehidupan Sehari-hari
Jika kita mendengar musik, kita tidak boleh mendengar satu bunyi saja. Kalau kita berbuat demikian maka musik yang kita dengar tidak akan sempurna. Demikian pula halnya dengan Islam. Penerimaan/penghayatan Islam pun tidak boleh dipecah-pecahkan.  Islam harus diterima secara Gestalt. Kalau tidak Islam jadi tidak bermakna, sama separti eksperimen yang telah dilakukan.  Seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan.  Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu (QS. 2:208).Orang yang menerima Islam secara sebagian-sebagian sangat mudah ditipu syaithan.

O.      Contoh Kasus dalam Psikologi Gestalt
1.      Deskripsi Kasus
Rendy merupakan anak bungsu dari tiga saudara.Dua kakak dari konseli semuanya laki-laki, dan ketika Rendy masih kecil seringkali mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari kakaknya tersebut. Sering kali Rendy diminta secara paksa oleh kakaknya untuk mengerjakan tugas rumah tangga yang seharusnya dikerjakan oleh kakaknya, seperti menyapu, mencuci piring, dan uang jajan Rendy sering juga diminta kakaknya tanpa sepengetahuan dari orangtuanya yang berprofesi sebagai pedagang. Hal inilah yang menyebabkan konseli merasakan keyakinan untuk membalas perilaku kakakny sehingga membuat Rendy tumbuh menjadi remaja yang labil dan agresif, pernah suatu hari Rendy memalak (memninta) uang secara paksa kepada teman satu kelasnya.Dan membuat dirinya dijauhi teman-temannya disekolah, hingga membuat Rendy berinisiatif menemui konselor.
2.        Proses Konseling
Dalam pendekatan Gestalt tedapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa diabaikan dan sebagainya. Maka akar masalah dari konseli dapat dikategorikan sebagai Urusan yang tak selesai, konseli juga mengalami konflik antara dua sisi kepribadiam yamg berlawanan yang berakar pada mekanisme introyeksi yang melibatkan penggabungan aspek-aspek dari orang lain, dalam hal ini dirinya sewaktu kecil yang lemah dan kakaknya yang otoriter.
Teknik kursi kosong merupakan suatu cara untuk mengajak klien agar mampu mengeksternalisasikan introyeksinya. Dalam hal ini, dua kursi diletakkan di tengah ruangan.Konselor meminta konseli untuk duduk di kursi yang satu dan memainkan peran sebagai top dog (otoriter yang diintoyeksikan dari kakaknya), kemudian pindah ke kursi lain dan menjadi underdog (lemah dan tak berdaya yang diintroyeksikan dari masa kecilnya). Dialog dilangsungkan diantara kedua sisi konseli. Teknik ini membantu konseli untuk berhubungan dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yang diingkarinya, konseli mengintenifkan dan mengalami secara penuh perasaan-perasaan yang bertentangan, daripada hanya membicarakannya.Selanjutnya, konselor membantu konseli untuk menyadari bahwa perasaan adalah bagian diri yang sangat nyata, untuk mencegah konseli memisahkan perasaan.
Evaluasi terhadap proses dan hasil konseling terjadi sebagai bagian konselor dan konseli dalam berpartisipasi. Setelah proses konseling, konseli menjadi lebih sadar tentang bagaimana ia berperilaku yang selama ini tidak disadarinya. Pada sesi konseling berlangsung, konselor dan konseli  mungkin memberikan perhatian pada isu-isu kepribadian secara umum dan berbagai pola serta kondisi umum yang memberikan kontribusi pada berkurangnya kesadaran konseli. Selanjutnya, konseli membawa kesadarannya kedalam kehidupan sehari-hari dan mempertahankan serta mendasarkan dirinya padanya setelah proses konseling berakhir.







BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Oleh karena itu, dalam teori pendekatan Gestalt, pendekatan ini mengajarkan konselor dan konseli metode kesadaran fenomenologi, yaitu bagaimana individu memahami, merasakan, dan bertindak serta membedakannya dengan interprestasi terhadap suatu kejadian yang dirasakan oleh individu.
DAFTAR PUSTAKA
 ‘Abdul Baqi, Muhammad Fu’ad. 1988. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-Kar³m. Qahirah : Dar al-Had³ts.
Abidin, Zainal.2002. Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Achmadi. 2005.  IdeologiPendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris. PustakaPelajar
Ashraf, Ali. 1989. Horson Baru Pendidikan Islam. Jakarta: PustakaProgresif.
Asy’ari, Musa. 1992. ManusiaPembentukKebudayaandalam Al-Qur’an . Yogyakarta: LESFI.  Fattah Jalal, Abdullah. 1977. Min al-Ushul al-Tarbiyah fi al-Islam. Mesir: Dar al-Kutub.
Bernan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Chodijah, Siti. 2016. Filsafat Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Mimbar Pustaka.
Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Departemen Agama RI. 2006. Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.
Departemen Agama. 1998. RI, Al-Qur’an danTerjemahan. Surabaya: Al-Hidayah.
Hidayati, Titin. 2012. Implementasi Teori Belajar Pada Proses Pembelajaran. Tersedia pada http://jurnalfalasifa.files.wordfress.com.2012/12/1-titin-nur-hidayati-implementasi-teori-belajar-Gestalt-pada-proses-pembelajaran.pdf.  Diakses tanggal 04 November 2016.
Khairani, Makmun.2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Marada.2008. Belajar Psikologi Gestalt dan Implikasinya di dalam Belajar dan pembelajaran. Tersedia pada:http://maradagv.multiply.com/journal/item/32Diakses tanggal 04 November 2016.
Muin, Salim. 1994. KonsepsiPolitikdalam al-Qur’an. Jakarta: LSIK &Rajawali Press.
Raharjo, Dawam. 1999. Pandangan al-Qur’an Tentang Manusia Dalam Pendidikan Dan Perspektif al-Qur’an . Yogyakarta : LPPI.
Riyanto, Bambang. 2008. Teori Belajar Gestalat.Tersedia pada: http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/teori-belajar-Gestalt/Diakses 05 November 2016.
Shihab, M. Quraish. 1998. Wawasan Al-Qur’an TafsirMaudu’iatas Berbagai PersoalanUmat. Bandung : Mizan.
Shihab, M. Quraish.1994. Membumikan al-Qur’an. Bandung :Mizan.  
Shihab, Quraish M. 2002. Tafsir Al – Misbah Volume 5. Jakarta: Lentera Hati.
Surya, Muhamad. 1988. Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Teori dan Konsep).   Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang.
SyauqiNawawi, Rif’at. 2000. Konsep Manusia Menurut al-Qur’an dalam Metodologi Psikologi Islami, Ed. Rendra. Yogyakarta: PustakaPelajar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar